Pilkada 2020 Membingungkan, Anggota DPR Usulkan 5 Cara Jitu Jalankan Pemilu di Tengah Pandemi

16 September 2020, 14:52 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020. /Toni Kamajaya/Media Pakuan

PR CIREBON - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang akan segera dilaksanakan secara serentak di 270 daerah di Indonesia, dirasa membingungkan, di mana Indonesia saat ini masih menghadapi pandemi Covid-19 di berbagai daerah.

Sebab, jika Pilkada ini tetap dilaksanakan, dikhawatirkan akan menjadi klaster baru terkait penularan Covid-19. Namun di sisi lain, alasan agar pemilihan kepala daerah ini tetap dilaksanakan, berkaitan dengan peraturan perundang-undangan terkait masa jabatan kepala daerah.

Sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah yang menegaskan bahwa pemilihan kepala/wakil kepala daerah harus berlangsung dalam 5 tahun sekali.

Baca Juga: Akui Satu Tuduhan di Sidang Perdana, Seungri eks BIGBANG Bantah Tuduhan Terlibat Prostitusi

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari situs Antara, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin, menilai bahwa agar Pilkada 2020 pada masa pandemi Covid-19 ini tetap berjalan, maka diperlukan sikap adaptif.

Maksud dari sikap adaptif tersebut yaitu adanya penyesuaian tahapan Pilkada serentak 2020 dengan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.

Menurut ia, tidak mungkin pelaksanaan Pilkada 2020 ini ditunda hingga Indonesia bisa dinyatakan bebas dari Covid-19.

Baca Juga: Usul Ahok Hapuskan Kementerian BUMN Buat Gaduh, Pengamat: Komentar Bubarkan, Bukti Kerja Ga Becus

“Saya memahami dan mengerti kekhawatiran publik bahwa Pilkada ini akan berpotensi menjadi klaster baru persebaran Covid-19 di Indonesia. Namun, proses demokrasi juga harus tetap berjalan guna memastikan jalannya roda pemerintahan,” tuturnya.

Ia mengatakan, keberlangsungan Pilkada juga mendesak, karena norma dalam UU Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan dengan jelas bahwa masa jabatan kepala daerah hanya lima tahun sejak pelantikan.

Zulfikar menawarkan lima jalan keluar dalam mempertemukan titik keseimbangan demokrasi dan keselamatan warga negara yang akan meminimalisasi kekhawatiran warga terhadap dampak Pilkada.

Baca Juga: Ngaku Kesal dan Bongkar Borok Pertamina, Ahok: Pinjem Duit Terus, Maunya Akuisisi Terus

Pertama, penyadaran, semua pihak terutama pemerintah dan penyelenggara perlu secara masif dan maksimal menyadarkan masyarakat tentang betapa bahayanya Covid-19.

“Kedua, ketersediaan anggaran, untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kinerja penyelenggara, maka anggaran Pilkada 2020 harus segera terpenuhi. Terlebih jika alokasinya menuju pada penyelamatan nyawa warga negara,”tuturnya.

Ketiga, terkait peralatan, pemenuhan kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) selama Pilkada 2020 harus berbasis pemilih dan Tempat Pemungutan Suara (TPS), itu menjadi penting sebagai bentuk tanggung jawab penyelenggara.

Baca Juga: Cek Fakta: PSBB Ketat Jakarta Disebut Sengaja Ada Atas Perintah KAMI Agar Pemerintah Pusat Terdesak

Keempat, tambahnya, penegakkan hukum, semua pihak perlu bersikap tegas tanpa kompromi jika terjadi pelanggaran protokol kesehatan, sebagaimana terdapat pada pasal 11 PKPU Nomor 6 Tahun 2020.

Kelima, tutur Zulfikar, adalah “Force Majeure”, konstruksi UU Nomor 10 Tahun 2016 untuk memberi ruang adanya pemilihan lanjutan serta pemilihan susulan.

Karena itu, menurut ia, jika di suatu daerah benar-benar berstatus Zona Hitam atau terjadi transmisi Covid-19 secara cepat dan meluas, maka opsi penundaan lokal patut dipertimbangkan.

Baca Juga: Tanggapi Imbas PSBB Ketat Jakarta, Anies Baswedan: Kesehatan Nomor Satu, Ekonomi Nanti Gerak Sendiri

“Oada intinya, Pilkada 2020 penting untuk dilaksanakan dan tidak perlu penundaan. Bukan karena abai terhadap kesehatan, tetapi karena ada aspek kepastian hukum dan pemerintahan yang harus dipenuhi,”ujarnya.

Ia berharap semua pihak dapat bekerja sama dengan baik guna memastikan Pilkada 2020 ini tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

Menurutnya, Pilkada 2020 yang diselenggarakan secara serentak tersebut sudah diputuskan akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 mendatang.

Untuk itu, semua pihak harus sama-sama bertanggung jawab agar proses demokrasi tersebut tetap menyelamatkan nyawa manusia.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler