Mengenang Satu Tahun Kepergian B.J. Habibie, Rancang Pesawat Terbang hingga Disanjung Dunia

12 September 2020, 10:36 WIB
Potret BJ Habibie, Presiden ke 3 RI.* /dok

PR CIREBON – Pada 11 September 2019, Indonesia dirundung duka. Pasalnya, pahlawan nasional yang dicintai bangsa, B.J. Habibie mengembuskan napas terakhir akibat penyakit yang dideritanya,

Kepergian pahlawan nasional itu, membuat Indonesia berkabung dengan gedung-gedung pemerintahan memasang bendera setengah tiang.

Habibie tidak hanya merupakan tokoh yang berperan di politik dan pernah menjabat sebagai presiden Indonesia ke-3. Dia terkenal mahir dalam membangun dan mendesain pesawat terbang. Hal ini tidak lain karena ketertarikan masa kecilnya dalam membuat model pesawat terbang.

Baca Juga: Pernyataan Anies Soal PSBB Total Disebut Dramatis, Saham Rontok hingga Uang Rp300 Triliun Ludes

Bacharuddin Jusuf Habibie lahir pada tanggal 25 Juni 1936 di kota Pare Pare, Sulawesi Selatan, Indonesia. Ia merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Sejak kecil, ia memiliki nama panggilan Rudy oleh orang-orang terdekatnya.

Ayahnya, Alwi Abdul Jalil Habibie, merupakan seorang pejabat pertanian pemerintah yang mempromosikan budidaya cengkeh dan kacang tanah. Sementara, kakeknya adalah seorang pemimpin Muslim dan pemilik tanah yang kaya.

Dikutip Pikiranrakyat-Cirebon.com dari Your Dictionary, saat kecil Habibie memiliki hobi berenang, membaca, bernyanyi, mengendarai kuda pacu ayahnya, dan membuat model pesawat terbang.

Baca Juga: Kunci Jakarta dengan PSBB Total, Kebijakan Anies Baswedan Tuai Dukungan dari Habib Rizieq Shihab

Pada tahun 1950, ketika Habibie berusia 13 tahun, ayahnya mengalami serangan jantung dan meninggal. Soeharto, yang saat itu adalah seorang perwira muda militer yang berada di seberang jalan, hadir di ranjang kematian ayahnya dan menjadi pelindung juga ayah pengganti Habibie.

Minat Habibie dalam membangun model pesawat terus berlanjut saat ia unggul dalam sains dan matematika di Institut Teknologi Bandung.

Ibunya, R.A. Tuti Marini Habibie, menyarankan agar dia melanjutkan studinya di Jerman. Di Technische Hochschule of Aachen, Habibie belajar teknik konstruksi pesawat terbang.

Baca Juga: Tak Sepaham dengan Anies Baswedan, Bima Arya dan Wabup Bogor Sepakat Sebut PSBB Total Tak Jelas

Pada tahun 1962 dalam perjalanan pulang ke Indonesia, ia menikah dengan H. Hasri Ainun Besari yang merupakan seorang dokter, kemudian mereka dikaruniai dua anak, Ilham Akbar dan Thareq Kemal yang keduanya lahir di Jerman.

Setelah lulus dengan gelar doktor dari Aachen Institute pada tahun 1965, Habibie bergabung dengan perusahaan manufaktur pesawat Messerschmitt-Boelkow-Blohm.

Sebagai ilmuwan riset dan insinyur penerbangan, ia membantu merancang beberapa pesawat, termasuk DO-31, pesawat lepas landas dan pendaratan vertikal yang inovatif.

Baca Juga: Sang Ibu Manfaatkan Sulli Sejak Kecil, Akun yang Mengaku Teman Sulli Langsung Menghujani Kata Kasar

Dia mengkhususkan diri dalam solusi untuk cracking pesawat, mendapatkan julukan ‘Mr. Crack’ sebagai salah satu ilmuwan pertama yang menghitung dinamika penyebaran retakan acak. Ia juga terlibat dalam aktivitas pemasaran pesawat internasional serta pertahanan dan pengembangan ekonomi NATO.

Pada tahun 1974, Soeharto meminta Habibie kembali ke Indonesia untuk membantu membangun basis industri.

Habibie kemudian memulai industri konstruksi pesawat terbang dan perusahaan penerbangan negara. Lalu dia pun menjadi penasihat utama Soeharto untuk pengembangan teknologi tinggi.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Your Dictionary

Tags

Terkini

Terpopuler