Curiga UU MK Muat Barter Politik, DPR: Proporsional Lihatnya, Jangan Rendahkan Martabat

9 September 2020, 15:30 WIB
Taufik Basari, anggota Komisi III DPR RI Fraksi Nasdem. /Istimewa. /Naswandi/

PR CIREBON - Anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basari membantah isu curiga adanya barter politik dari revisi Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), apalagi bila harus dihubungkan sebagai akibat dari beberapa Putusan MK.

"Mau ada UU yang disebutkan tadi (UU KPK dan RUU Cipta Kerja) atau tidak, maka revisi UU MK harus ada karena akibat dari Putusan MK," ungkap Taufik Basari dalam diskusi Forum Legislasi yang bertajuk "RUU Mahkamah Konstitusi: Bagaimana Memperkuat Kekuasaan Kehakiman?" di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa, 08 September 2020.

Lebih lanjut, dia menyatakan revisi UU MK akibat Putusan MK sudah sejak DPR RI periode 2014-2019, artinya ini jauh sebelum ada RUU yang dipermasalahkan seperti UU KPK dan RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Sentil Politisi PDIP, Hasril Chaniago Ungkit Soal Kakek Arteria Dahlan Seorang Pendiri PKI Sumbar

Bahkan, norma-norma yang dilakukan perubahan dalam UU MK sudah ada, hanya memang belum sempat dibahas.

Untuk itu, Taufik menjelaskan deretan Putusan-Putusan MK yang menjadi rujukan revisi UU MK, antara lain Putusan MK nomor 48/PUU-IX/2011 yang membatalkan dan menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat terhadap pasal 45A dan pasal 57 ayat (2) huruf a, tepatnya pasal-pasal itu yang akan dihapus melalui revisi UU MK.

Kemudian berikutnya, Putusan MK nomor 7/PUU/-XI/2013 yang memutuskan Pasal 15 ayat (2) huruf d inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 47 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada saat pengangkatan pertama", ini juga akan dilakukan penyesuaian dengan menyesuaikan pertimbangan-pertimbangan Putusan MK.

Baca Juga: Puji Sikap Pemerintah Tunda Ibu Kota Baru Selama Pandemi, PPP: Bukti Utamakan Kepentingan Publik

"Lalu Putusan MK nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan keseluruhan UU nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU nomor 24 tahun 2003 tentang MK menjadi UU," jelasnya, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Selain itu, Putusan MK nomor 34/PUU-X/2012 yang pada pokoknya memutuskan bahwa Pasal 7A ayat (1) mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang disertai frase "dengan usia pensiun 62 tahun bagi Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti", sehingga dilakukan perubahan dengan mengikuti isi Putusan MK tersebut.

Dengan demikian, Politisi Partai NasDem tegas membantah tudingan terkait revisi UU MK sebagai barter politik. Pasalnya, itu serupa bentuk merendahkan martabat institusi MK.

Baca Juga: 14 Tahun Hibur Dunia Hollywood, Acara 'Keeping Up with The Kardashian' Bersiap Sudahi Tayang di 2021

Untuk itu, dia meminta semua pihak untuk proporsional melihat revisi UU MK tersebut karena kalau ada masalah pun bisa didiskusikan.

Sementara itu, Pakar Hukum Leopold Sudaryono menilai proses pembahasan revisi UU MK sangat terburu-buru, sehingga akan menimbulkan masalah dan konsekuensi yaitu berkontribusi pada sikap apatis-nya masyarakat pada proses pembentukan UU yang tertutup.

Tak lupa, Leopold pun menyebut khawatir revisi UU MK dikaitkan dengan revisi UU KPK, sehingga akan menjadi bentuk preseden kurang baik dalam proses legislasi di masa pandemik, seperti yang penting cepat, tidak banyak perdebatan, dan terburu-buru.

Baca Juga: Temukan Tenaga Ahlinya Terpapar Covid-19, DPR RI Tegas Batasi Jumlah Peserta Rapat

"Pemerintah saat ini merupakan produk reformasi karena pembentukan UU yang terbuka dan adanya keterlibatan masyarakat. Itu perkuat dugaan apakah demokrasi yang tepat, proses pembentukan UU yang terburu-buru membuat masyarakat apatis," tuturnya.

Artinya, penilaian dia ini diharapkan membuat revisi UU MK tidak tertutup dan terburu-buru, apalagi masyarakat butuh proses yang terbuka dan konsultatif, sekaligus sebagai bentuk pendidikan politik masyarakat untuk terlibat dan mencegah kecurigaan orang dalam proses revisi tersebut.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler