Uji Materi UU Penyiaran oleh RCTI Disebut Meguntungkan YouTuber, KPI: Jangan Menggoreng Isu Ini

1 September 2020, 20:00 WIB
Ilustrasi YouTuber. /PIXABAY/mohamed_hassan

PR CIREBON - Uji materi UU Penyiaran oleh RCTI dan iNews TV ke Mahkamah Konstitusi (MK) dilakukan untuk kebaikan Indonesia sekaligus melindungi dan menumbuhkan para pembuat konten juga pelaku industri kreatif, seperti YouTuber.

Berbagai negara maju bahkan telah mengatur siaran digitalnya sebelum RCTI melayangkan gugatan ke MK beberapa waktu lalu.

Namun, masih saja ada pihak tertentu yang justru mengadu domba masyarakat dengan menggoreng isu soal kebebasan berekspresi yang sama sekali tidak benar.

Baca Juga: Unggahan Terakhir Chadwick Boseman Cetak Rekor Baru, Twitter: Pantas Diterima Raja Sesungguhnya

"Saya lihat isunya kok jadi bias. Agak lucu menurut saya yang menggoreng isu ini. Jangan menggoreng-goreng isu ini," kata Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis dalam pernyataan, sebagaimana diberitakan Warta Ekonomi dalam artikel berjudul "YouTuber Peroleh Berkah dari Uji Materi UU Penyiaran".

Lebih lanjut ia menuturkan, seharusnya YouTuber dan lainnya bersyukur, karena saat ini pembuat konten tidak memiliki perlindungan sebagai akibat dari regulasi yang tidak jelas.

"Kalau TV itu salah, KPI mengawasi, masih ada yang namanya teguran. Tapi, kalau broadcaster Internet salah, UU ITE sedikit-sedikit pidana, justru itu yang bahaya untuk menumbuhkan kreativitas," ungkap Yuliandre.

Baca Juga: Studi Terbaru Covid-19 Ungkap Wanita Lebih Kuat Hadapi Virus Corona, Simak Penjelasannya

Yuliandre mengungkapkan, jika terdapat lembaga yang mengawal, mereka tentunya diberikan asupan pembinaan dan tidak serta-merta dapat memberangus kreativitas.

Bila ada lembaga yang mengawal, kata Yuliandre, mereka tentu diberikan asupan pembinaan dan tidak serta-merta memberangus kreativitas.

Dia mencontohkan, jurnalis memiliki UU Pers dan kode etik jurnalistik, sehingga tidak bisa berbicara tanpa fakta. Jika terdapat komplain terkait pemberitaan maka bisa menggunakan hak jawab, tidak melulu soal pidana.

Baca Juga: PAN Disarankan Berdamai dengan Amien Rais, PBB: Demi Kekuatan Politik Islam yang Dirindukan Umat

Bila tidak diatur semua orang bebas berekspresi dan bila tidak memahami regulasi semisal UU ITE, bisa digiring masuk penjara, karena dikategorikan melakukan hate speech dan sebagainya.

"Semua orang kalau bikin konten misalnya menjelekkan orang, tidak ada mediasi, tidak ada pembinaan. Itu saya bicara tentang hak bagaimana produksi konten dilindungi kalau ada lembaga negara yang mengatur ini," ungkapnya.

Bila diatur, broadcaster Internet akan diberikan panduan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut Indonesia.

Baca Juga: Cek Fakta: Punya Urusan dengan Tiongkok, Benarkah Erick Thohir Tak akan Copot Ahok dari Pertamina?

"Bahkan, iklan juga diawasi di TV konvensional. Iklan-iklan pun tidak ada namanya iklan-iklan yang ekstrim, seperti judi, pornografi, nggak ada," jelasnya.

Di sisi lain Yuliandre menuturkan, harus ada keadilan atau perlakuan yang sama. Dimana lembaga penyiaran konvensional diatur, begitu pula penyiaran berbasis Internet.

"Law enforcement-nya juga harus benar-benar, ada kepastian dan keseimbangan hukum. Kita harus adil, dalam negeri kita atur, sedangkan luar negeri kita lepas, kan nggak lucu," katanya.

Baca Juga: Mendapatkan Komentar Jahat Gegara Tak Pakai Masker, Model Cantik Asal Jepang Tewas Bunuh Diri

Yuliandre menambahkan saat ini Indonesia tersumbat dengan konsep UU Penyiaran No.32/ 2002 yang dulu tidak memikirkan adanya perubahan teknologi.

Presiden Komisi Penyiaran Dunia 2017-2018 ini mengatakan di berbagai negara telah diatur tentang penyiaran digital.

Para pembuat konten pun memiliki kepastian hukum yang jelas, bisa menawarkan konten kepada pengiklan atau kontennya bisa dipakai di platform lain dengan copyright. Ada kontrak secara profesional, tidak sekedar di-upload.

Baca Juga: Kasus Dugaan Suap Jaksa Pinangki Masuki Babak Baru, Mobil Mewah PSM kini Terparkir di Kejagung

"Mudah-mudahan nasionalisme kita bangkit di sini. Ayo dong Indonesia bangkit Ini bukan memberangus kreativitas. Jangan diadu domba," kata Yuliandre.

Yuliandre mengisahkan,  zaman sebelum UU Penyiaran, TV hanya ada tiga saja. Namun, setelah UU Penyiaran muncul, TV baru yang muncul mencapai 1.106 TV, mulai dari lokal, berlangganan, free to air dan komunitas. 

Regulasi bisa menumbuhkembangkan industri-industri lokal. Sebagai contoh, TV free to air nasional diatur semua TV itu untuk minimum 60 persen konten Indonesia.

Baca Juga: Mengerikan Tapi Unik, Seorang Pria Nekat Potong Kuping hingga Pasang Chip di Tangan Demi Tampil Beda

Jika hal tersebut diterapkan di platform digital industri lokal, para kreatif pun akan bertumbuh dalam segi ekonomi.

"Bayangkan, kalau nggak diatur begini, tiba-tiba masuk platform asing di Indonesia, tapi dia hajar konten asing semua, toh mau bilang apa kita?," pungkasnya.***(Annisa Nurfitriyani/Warta Ekonomi)

Editor: Nur Annisa

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler