PR CIREBON – Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa Polri melakukan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam menyelesaikan kasus video penghinaan terhadap Palestina yang terjadi di NTB dan Bengkulu.
"Terkait video ujaran kebencian ada dua peristiwa terjadi di NTB dan Bengkulu. Keduanya diselesaikan secara restorative justice," kata dia saat dikonfirmasi, 21 Mei 2021.
Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara, kasus video viral menghina Palestina terjadi di NTB pada 15 Mei, sekitar pukul 19.00 WIT.
Pelaku berinisial HM alias UC yang merupakan seorang pekerja kebersihan di salah satu kampus di Mataram.
HM alias UC sempat diamankan oleh petugas kepolisian dan ditetapkan sebagai tersangka.
Penangkapan dan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa dan mengumpulkan alat bukti berupa dokumen elektronik terkait video penghinaan tersebut, serta memeriksa tiga orang saksi.
Baca Juga: Pemerintah Berencana Naikkan Pajak untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi, Ini Kata Said Abdullah
HM alias UC bahkan disangkakan dengan Pasal 28 ayat 2 juchto Pasal 5 ayat 2 UU ITE dengan ancaman paling lama 6 tahun penjara.
Namun, penahanan terhadap HM alias UC ditangguhkan pada 19 Mei, penyidik melakukan gelar dan mencoba menyelesaikan perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Penangkapan HM alias UC, kata Ramadhan, dilakukan dalam rangka mengamankannya dari amukan masyarakat yang marah dan hendak membakar rumahnya.
"Namun Kamis (20 Mei) penyidik kembali laksanakan gelar untuk mencoba menggelar restorative justice dengan pertimbangan adanya permintaan maaf pelaku dan ketidakpahaman pelaku terhadap permasalahan yang terjadi," ujar Ramadhan.
Sementara itu, kasus video ujaran kebencian terhadap Palestina yang viral di media sosial juga terjadi di Bengkulu.
Kali ini pelaku merupakan salah seorang siswa sekolah berinisial MS.
Baca Juga: Kehilangan Dompet saat Bertemu dengan Baim Wong, Fiki Naki: Wah Maling ...
Ramadhan menyeut kejadian tersebut juga diselesaikan lewat pendekatan keadilan restoratif, atau diselesaikan di luar pengadilan.
Penyelesaian kasus tersebut dilakukan dengan mediasi yang dihadiri Kapolres Bengkulu, Forum Kerukunan Antar Umat Beragama, pelaku dan orang tua pelaku.
Dalam mediasi tersebut, MS dan orang tuanya bersedia menyampaikan permintaan maaf di depan umum dan sekaligus mengunggahnya di media sosial. Peserta mediasi pun menerima permintaan maaf tersebut.
Baca Juga: Kode Redeem ML Hari Jumat, 21 Mei 2021, Ambil Hadiah Gratisnya dari Moonton!
"Peserta rapat menerima permintaan maaf dan MS serta keluarga akan merendam situasi terjadi. Terhadap MS dari otoritas sekolah akan dilakukan pembinaan dan sanksi sebagai efek jera agar peristiwa tidak terjadi lagi atau dilakukan siswa lain," kata Ramadhan.
Uoaya penyelesaian hukum dengan pendekatan keadilan restoratif ini, kata dia, dilakukan dengan mempedomani kriteria seperti tidak meresahkan masyarakat, dan antar masyarakat sepakat untuk diselesaikan secara damai.
"Ketika kriteria ini tidak terpenuhi maka proses hukum tetap berlanjut," ujar Ramadhan.***