Korupsi Uang Makan Kegiatan Santri, Mantan Kepala Dinas Syariat Islam Gayo Lues Jadi Tersangka

29 April 2021, 19:20 WIB
Ilustrasi - Mantan Kepala Dinas Syariat Gayo Lues jadi tersangka atas dugaan kasus korupsi uang makan dalam kegiatan santri.* /Pixabay/stevepb/

PR CIREBON - Mantan Kepala Dinas Syariat Islam Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh berinisial HS telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi dana belanja makanan pelatihan santri.

Kerugian keuangan negara karena kasus dugaan korupsi belanja makanan pealatihan santri itu ditaksir mencapai Rp3,7 miliar.

Adanya dugaan korupsi itu terungkap setelah BPKP Aceh melakukan audit atas program santri tahun 2019.

Baca Juga: Dimas Ahmad Lama Tak Terlihat, Raffi: Kemana Aja Lu?

"Dari hasil audit BPKP Aceh atas program peningkatan sumber daya santri pekerjaan belanja makanan dan minuman di Dinas Syariat Islam Gayo Lues tahun anggaran 2019 telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,7 miliar," kata Kapolres Gayo Lues AKBP Carlie Syahputra Bustamam dalam keterangan yang diterima di Banda Aceh, 29 April 2021.

Carlie menjelaskan, Dinas Syariat Islam Gayo Lues melaksanakan program pelatihan peningkatan sumber daya santri pada tahun 2019 dengan realisasi anggaran sebesar Rp9 miliar dari dana otonomi khusus Aceh (DOKA) pada APBK 2019.

Baca Juga: Ditanya Soal Jumlah Isrti Oleh Deddy Corbuzier, Pak Tarno: Malu Ah, Saya Nggak Tegaan Kalau Cerai

Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara, dana tersebut diperuntukkan untuk belanja nasi panitia, narasumber dan peserta sebanyak 1.085 orang selama 90 hari sebesar Rp5,4 miliar.

Kemudian, untuk belanja snack senilai Rp2,4 miliar, dan kebutuhan pembelian teh atau kopi sebesar Rp1 miliar.

"Untuk kebutuhan nasi (prasmanan), snack dan teh/kopi semuanya tiga kali sehari, penyedia nasi dan snack dilaksanakan oleh Wisma Pondok Indah, dan untuk teh/kopi dikerjakan Ira Catering," ujar Carlie.

Baca Juga: Rafathar Puasa Full Sehari, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina Kaget Hadiah yang Diinginkan Sang Anak

Lebih lanjut, kata Carlie, tersangka HS yang saat itu juga menjabat sebagai pengguna anggaran (PA) merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK), diduga tidak mengendalikan kontrak sesuai tugas dan kewenangannya, termasuk menilai kinerja penyedia.

"HS selaku kepala dinas saat itu juga tidak melakukan tindakan apa pun, padahal penyedia mengalihkan seluruh pekerjaan kepada pihak lain," katanya.

Saat serah terima hasil pekerjaan, HS diduga juga tidak melakukan pengecekan spesifikasi dan jumlah barang dan jasa apakah telah sudah sesuai dengan kontrak atau belum.

Baca Juga: Kiano Tiger Wong Positif Flu Singapura, Paula Verhoeven: Kemarin Tuh Enggak, Cuma Gatal-gatal Aja

"Selaku PA merangkap PPK ia melakukan pembayaran yang mana penyedia tidak pernah melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak," ujarnya pula.

Polisi juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni LM selaku penyedia nasi dan snack dari Wisma Pondok Indah, dan SH sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Carlie mengungkapkan bahwa LM sebagai Wakil Direktur Wisma Pondok Indah diduga telah memalsukan tanda tangan direkturnya atas nama Upik, dan tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak.

Baca Juga: Pasca Dilantik, Sahrul Gunawan Lakukan Penyekatan Menuju Kawasan Wisata: Menekan Risiko Penyebaran Covid-19

"Belanja nasi sesuai kontrak Rp19.665, tapi yang dibayarkan Rp9.500. Kemudian belanja snack sesuai kontrak Rp8.910, namun yang dibayarkan hanya Rp4.900 per porsi," kata Carlie.

Sedangkan tersangka SH, selaku PPTK tidak melaksanakan tugas sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 berikut perubahannya, tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.

Kemudian, ia meminjam perusahaan Ira Catering untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan belanja, aqua gelas dan teh/kopi.

Baca Juga: Polri Tetapkan Sekretaris Umum FPI Munarman Sebagai Tersangka Dugaan Terorisme, Berikut Penjelasannya

Selaku PPTK, SH menerima keuntungan dari pekerjaan belanja makanan dan minuman pada Dinas Syariat Islam Gayo Lues.

Pada perkara ini, Polres Gayo Lues menyita beberapa alat bukti antara lain surat keputusan (SK) pihak terkait, dokumen kontrak, dokumen SP2D, dokumen pembayaran serta dokumen print out rekening koran.

Atas perbuatan itu, mereka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Mereka terancam hukuman minimal empat tahun dan paling lama 20 tahun penjara, serta denda maksimal Rp1 miliar.***

Editor: Al Makruf Yoga Pratama

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler