Sindir Fadli Zon dan Mardani Ali Sera, Cendikiawan: Mereka Selalu Sederhanakan Soal Radikalisme

28 Desember 2020, 12:31 WIB
Tangkapan layar Islah Bahrawi / /Youtube/Islah Bahrawi

PR CIREBON - Cendikiawan Muslim, Islah Bahrawi, menyampai pandangannya terkait pencegahan aksi terorisme.

Menurutnya, Indonesia tidak boleh lagi berkaca dari Eropa dan Amerika dalam pencegahan aksi terorisme.

"Dalam film mereka digdaya, tapi secara fakta mereka terbelit dalam benang kusut radikalisme," katanya sebagaimana dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari postingan akun Instagram @islah_bahrawi, Senin 28 Desember 2020.

Baca Juga: Varian Covid-19 Baru Semakin Menyebar, AstraZeneca Yakin Vaksinnya Efektif Lawan Varian Baru

Menurut Islah, dalam satu dekade terakhir ini, teroris seringkali beraksi di 'beranda rumah' atau secara terbuka.

Namun, penghuni rumah sayangnya tidak bisa membedakan antara teroris dan petugas pengantar surat.

"Masyarakat Eropa dan Amerika terlalu lama dimanjakan kebebasan individu," tulisnya, mengutip perkataan Robert Kagan dari Hoover Institution.

Terutama masuarakat Amerika, katanya, tetap terperosok dalam sejarah dengan menjalankan kehidupan ala Hobbesian.

Kehidupan yang dimaksud adalah gigih melawan pengawasan, di mana hukum dan aturan internasional disepelekan, sedangkan keamanan nasional masih bergantung pada penggunaan militer.

Baca Juga: Tidak Hanya Pelemparan Bom Molotov ke Masjid, Motor Adu Banteng juga Gegerkan Warga Cengkareng

"Masyarakatnya bahkan lemah dalam menjaga 'rumahnya' sendiri, apalagi ikut serta menjaga kemanan negara. Pada akhirnya aksi terorisme meledak tanpa disangka, masyarakat hanya bisa tersentak di depan televisi," jelasnya.

Islah melihat dari peristiwa yang baru saja terjadi, yakni peristiwa 911, D.C. Killing Spree, hingga Nashville Bombing.

Dan peristiwa itu merupakan bukti kegagalan rakyat Amerika dalam mendeteksi dini terorisme dan mencegah radikalisme dari hulu.

Baca Juga: Sempat Viral, Ini Hasil Tes Kedua Pelaku Mesum di Wisma Atlet, Proses Hukumnya Dilimpahkan ke Polisi

"Liberalisme yang meresap hingga ke tulang sumsum, membuat rakyat Eropa dan Amerika tak saling mengawasi. Mereka lebih percaya kepada CCTV yang hanya mempunyai mata, tapi tak berotak, hanya merekam dan tak meredam," ungkapnya.

Islah menilai bahwa orang Amerika bahkan cenderung tergesa-gesa untuk mencapai sebuah finalitas.

"Kelemahan dalam struktur kehidupan sosial membuat mereka lebih mengutamakan hasil daripada proses," ujar Islah.

Islah mengatakan Indonesia dapat belajar dari kegagalan negara-negara tersebut, dengan bertindak segera dalam persoalan radikalisme.

Baca Juga: Kutuk Akun YouTuber Malaysia Parodikan ‘Indonesia Raya’, Azis Syamsuddin Minta Kedubes Tindak Tegas

"Para politisi di Eropa dan Amerika selalu menyederhanakan persoalan radikalisme, persis seperti yang sering diucapkan Fadli Zon dan Mardani Ali Sera disini," katanya.

Perkataan dari kedua politisi itu, kata Islah, menuduh isu radikalisme dan terorisme hanyalah konspirasi lembaga keamanan untuk mendapatkan kucuran anggaran proyek.

"Semodel kedua orang tadi sangat banyak di Eropa dan Amerika: bersuara lantang ketika aman, menghilang ketika negara terancam," katanya.

"Radikalisme dan terorisme akan merajalela jika kaum fanatik buta dan politisi culas mendominasi ruang, dan kaum moderat justru lebih memilih diam."

 

***

Editor: Tita Salsabila

Tags

Terkini

Terpopuler