Situs Matangaji Dibongkar, Ahli Filologi Cirebon Minta Adanya Pihak yang Bertanggung Jawab

- 20 Februari 2020, 14:05 WIB
AHLI naskah kuno cirebon, R. Achmad Opan Safari Hasyim, (kiri) saya menceritakan keprihatinannya terkait pembongkaran situs matangaji.*
AHLI naskah kuno cirebon, R. Achmad Opan Safari Hasyim, (kiri) saya menceritakan keprihatinannya terkait pembongkaran situs matangaji.* /Pikiran Rakyat//Egi Septiadi//
 
 
PIKIRAN RAKYAT - Pembongkaran situs Matangaji yang terjadi beberapa hari terakhir, membuat sejumlah pihak geram. 
 
Salah satunya datang dari Ahli Naskah Kuno cirebon R. Achmad Opan Safari Hasyim, yang menyatakan situs tersebut adalah bukti sejarah perlawanan masyarakat Cirebon terhadap Belanda kala itu.
 
"Saya ikut prihatin atas pembongkaran situs ini, dalam kasus ini perlu ada pihak yang bertanggung jawab, jika memang itu pihak developer perumahan maka pihak developer harus bertanggung jawab," kata Achmad saat ditemui di rumahnya oleh PikiranRakyat-Cirebon.com Rabu, 19 Februari 2020.
 
 
Achmad menjelaskan memang bentuk bangunan situs matangaji, sekarang kondisinya sudah rata dengan tanah tapi bisa dilakukan rekontruksi untuk di bangun kembali.
 
Karena dulu, goa sunyaragi sempat di bombardir oleh Belanda, namun saat itu dilakukan langkah rekontruksi hingga akhirnya dibangun kembali hingga kondisinya seperti sekarang.
 
Lebih lanjut Achmad menceritakan bahwa saat itu ada penghianatan di Keraton Cirebon, saat perjuangan masyarakat Cirebon melawan Belanda di bawah  kepemimpinan Sultan Matangaji.
 
"Sultan matangaji di situs tersebut dulu juga turut menyebarkan agama Islam, mengajarkan ngaji, seni bela diri dan juga sempat mendirikan pesantren," jelas Acmad. 
 
Di situs matangaji juga Sultan Matangaji kerap bertapa, hingga akhirnya terjadi  penghianatan dan ada yang membongkar tempat persembunyian Sultan Matangaji.
 
 
Namun Belanda tidak mengetahui bahwa di daerah Melangse, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, berdiri sebuah lokasi di mana merupakan tempat persembunyian Sultan Matangaji dari para penjajah.
 
Kemudian Belanda justru membombardir goa sunyaragi, dan menyangka Sultan Matangaji meninggal akibat serangan bom oleh Belanda di goa sunyaragi
 
"Padahal tidak meninggal, melainkan masuk ke goa langse yang bisa tembus ke situs matangaji kala itu, sehingga dinamai daerah melangse karena dulunya ada ikatan dengan pintu masuk," tambahnya.
 
 
Arti dari kata melangse sendiri artinya tirai sehingga lokasi situs, secara mata batin tidak terlihat.
 
Sementara itu pengurus situs matangaji Kurdi mengaku sempat disalahkan karena tidak melapor pada pihak keraton, saat dilakukan pembongkaran beberapa waktu lalu.
 
"Saya sudah melapor namun tidak sampai ke Sultan," katanya saat ditemui terpisah pada Kamis 20 Februari 2020. *** 

Editor: Rahmi Nurlatifah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x