Kebinekaan
Saat ini, isu perbedaan budaya banyak diperuncing pihak tertentu untuk kepentingan sesaat. Sultan Sepuh XIV Keraton Kesepuhan Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat mengatakan bahwa perbedaan justru memberi warna pada negeri ini.
”Allah menciptakan manusia dengan berbagai suku dan bangsa agar kita saling mengenal satu sama lain,” katanya.
Sebagai ulama dan umara, pendiri Kesultanan Cirebon ratusan tahun yang lalu, Sunan Gunung Djati, menerapkan betul ayat itu serta ayat Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.
Kesadaran akan Cirebon yang dibangun dari berbagai macam ras, agama dan budaya, mewujud dalam berbagai kreasi seni budaya peninggalan Sunan Gunung Djati dan keturunannya.
”Peninggalan terbesarnya berupa arsitektur Keraton Kesepuhan yang merupakan perpaduan berbagai budaya, Islam, Tionghoa, Hindu/Buddha, bahkan Eropa,” katanya.
Juru Bicara Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (Pasti) Cirebon Halim Eka Wadah mengatakan bahwa gejala intoleransi saat ini lebih karena faktor teknologi, pola pikir, serta wawasan masyarakat yang kurang.
Bahkan, Halim yang menikah dengan salah seorang putri tokoh masyarakat Muslim di Kabupaten Kuningan itu mengaku tak terlalu merasakan perbedaan perlakuan.
”Kalau di jagat media sosial memang menimbulkan kecemasan bagi kami. Namun, di dunia nyata kami tak terlalu merasakannya.”
Kepada anak-anak dan teman-temannya, Halim selalu menularkan prinsipnya untuk tidak takut mengungkapkan jati diri sebagai warga keturunan Tionghoa.