Chanifah menambahkan pihaknya juga berencana membeli lima alat pemilah hingga pencacah sampah. Alat itu rencananya akan dibeli menggunakan dana yang bersumber dari biaya tak terduga (BTT), mengingat kondisi saat ini sedang darurat pengelolaan sampah.
“Untuk memilah antara organik dan anorganik dan mencacah organik. Jadi organik sampah organik yang tidak bisa selesai di wilayah untuk dikumpulkan ke kita nanti kita cacah,” katanya
Untuk mewujudkan zero sampah yang dibuang ke TPA Sarimukti pihaknya juga tengah membangun dua tempat yang akan dijadikan lokasi Refuse-derived fuel (RDF) plant, yang merupakan bantuan dari pemerintah pusat.
Baca Juga: Piala Dunia U-17, di Jerman Pemusatan Latihan Tim U-17 Indonesia Dipindah, Ada Apa? Cek di Sini
Lokasinya berada di wilayah Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. Nantinya di dua lokasi tersebut diperkirakan akan bisa mengolah sampah hingga 50 ton per harinya.
“Yang terakhir kita juga harus menyiapkan untuk cacah daun,” katanya dengan menambahkan:"Dari hasil sampah organik yang sudah diolah menjadi bubur nantinya akan dimanfaatkan untuk pakan maggot, untuk komposting hingga biomassa. Sedangkan sampah anorganik yang memiliki nilai jual dan dikirim ke Bank sampah seperti Bank Samici."
“Untuk yang low value harus di treatment menjadi RDF plant. Itu nanti yang jelas di Santiong akan ada dua mesin untuk RDF plant,” ujar chanifah
Baca Juga: Asian Games 2022: Indonesia Tambah Satu Emas dan Satu Perunggu dari Balap Sepeda BMX Putri
Kemudian yang terakhir, pihaknya juga sedang mencari solusi yang tepat untuk mengolah sampah residu. Meskipun saat ini sudah memiliki incinerator di TPS Cibeber untuk menangani sampah residu yang setiap hariinya mencapai 20 persen dari total produksi sampah yang mencapai 226 ton setiap harinya.
“Tentang Incinerator harus hati-hati, ada syarat-syaratnya. Kami kemarin sudah menjajaki dengan BNPB akan dibantu. Kalau itu terealisasi berarti residu akan diselsaikan,” katanya.