Miris Sanksi Perempuan Bekerja di Afghanistan, Ditembak hingga Dibuat Buta Kelompok Taliban

- 10 November 2020, 18:38 WIB
Ilustrasi- Peta Negara Afghanistan. /Pixabay/ErikaWittlieb
Ilustrasi- Peta Negara Afghanistan. /Pixabay/ErikaWittlieb /
PR CIREBON - Seorang perempuan di Afghanistan bernama Khatera, usia 33 tahun, diserang dan ditembaki matanya hingga buta karena dia seorang perempuan yang bekerja di luar rumah.
 
Hal terakhir yang dia lihat sebelum kehilangan matanya adalah tiga pria dengan sepeda motor yang menyerangnya, tepat setelah dia menyelesaikan pekerjaannya di sebuah kantor polisi di Provinsi Ghazni di Afghanistan tengah.
 
Ketika bangun, Khatera sudah berada di rumah sakit dan semuanya gelap.
 
"Saya bertanya kepada dokter, mengapa saya tidak bisa melihat apa-apa? Mereka mengatakan kepada saya bahwa mata saya masih diperban karena luka. Tapi saat itu, saya tahu mata saya telah diambil," katanya, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News pada Selasa, 10 November 2020.
 
 
Khatera dan otoritas lokal menyalahkan militan Taliban yang melakukan serangan itu dan mengatakan para penyerang bertindak atas petunjuk dari ayahnya, yang secara keras menentang dia bekerja di luar rumah. Taliban menyangkal terlibat dalam serangan tersebut.
 
Bagi Khatera, serangan itu tidak hanya menyebabkan penglihatannya hilang, tetapi juga ia kehilangan impian yang telah ia perjuangkan, yaitu untuk memiliki karier mandiri. Ia beberapa bulan lalu bergabung dengan kepolisian Ghazni sebagai petugas di divisi kejahatan.
 
"Saya berharap saya pernah bertugas di kepolisian setidaknya satu tahun. Jika ini terjadi pada saya setelah itu, itu akan tidak terlalu menyakitkan. Ini terjadi terlalu cepat. Saya baru bekerja dan mewujudkan impian saya selama tiga bulan," katanya.
 
 
Menurut para aktivis hak asasi  manusia, serangan terhadap Khatera, merupakan kejahatan terhadap hak asasi manusia karena selain menghilangkan anggota tubuh, alasan penyerangan juga karena Khatera bekerja di luar rumah. 
 
Kaum Taliban sering kali melakukan kekerasan terhadap perempuan yang bekerja, terutama dalam peran publik. Dalam kasus Khatera, menjadi polisi juga bisa membuat geram Taliban.
 
Para aktivis HAM meyakini bahwa peningkatan kekerasan itu merupakan campuran norma-norma sosial konservatif Afghanistan, dan Taliban yang semakin berani dan mendapatkan pengaruh pada saat Amerika Serikat menarik pasukannya dari negara itu.
 
 
Taliban saat ini sedang bernegosiasi di Doha, Qatar, dengan pemerintah Afghanistan untuk berupaya membuat kesepakatan damai.
 
Banyak pihak memperkirakan Taliban akan secara resmi kembali berkuasa, tetapi proses perundingan berjalan lambat. Selain itu, telah terjadi peningkatan pertempuran dan serangan terhadap para pejabat dan wanita terkemuka di Afghanistan.
 
"Meskipun situasi perempuan Afghanistan dalam peran publik selalu berada dalam bahaya, lonjakan kekerasan baru-baru ini di seluruh negeri telah memperburuk keadaan," kata Samira Hamidi, juru kampanye Amnesty International Afghanistan.
 
"Langkah-langkah besar menyangkut hak-hak perempuan di Afghanistan selama lebih dari satu dekade tidak boleh menjadi korban dari kesepakatan damai apa pun dengan Taliban."kata Samira. ***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x