Network
PR CIREBON - Aksi terorisme dan pembunuhan yang terjadi pada tanggal 29 Oktober 2020, merupakan sebuah pukulan bagi sebuah bangsa yang tengah gelisah setelah insiden pembunuhan seorang guru bernama Samuel Paty.
Aksi pembunuhan guru itu didasari sebagai bentuk pembalasan karena telah menunjukkan kepada murid-muridnya karikatur Nabi Muhammad SAW di dalam kelasnya hanya seminggu sebelumnya.
Terkait pembunuhan itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menganggap bahwa pembunuhan Paty sebagai serangan terhadap republik Prancis itu sendiri.
Baca Juga: Terpaksa Ditembak Mati, Bandar Narkoba di Sumatera Selatan Melawan Petugas saat Digerebek
Jean Castex selaku Perdana Menteri Prancis memulai upeti dengan keheningan selama satu menit, ketika dia dan tentara berseragam berdiri tegak di bawah sinar matahari selatan, Laut Mediterania yang berkilauan di sela-sela pohon pinus di belakang mereka.
Jean Castex berbicara tentang kehidupan ketiga korban, Nadine Devillers (60), Vincent Loquès 5(5), dan Simone Barreto Silva (44) dan menyimpulkan dengan menyematkan Medali Nasional Pengakuan Korban Terorisme di rumput beludru merah yang berdiri di depan foto-foto besar masing-masing korban.
Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari France24, sebagaimana diketahui, ketiganya tewas sesaat setelah seorang pemuda berkewarganegaraan Tunisia datang dengan membawa sebuah salinan Al-Quran menyerang beberapa orang di gereja.
Baca Juga: Janji Bobby-Aulia dalam Debat Pilkada Medan Putaran Pertama, Terkait Pemerintahan Bebas KKN
Penyerang itu berteriak, "Allahu Akbar", atau Tuhan Maha Besar, bahkan setelah dia ditahan. Dia terluka oleh polisi dan dibawa ke rumah sakit dalam kondisi yang mengkhawatirkan setelah penangkapannya.
"Terorisme menyerang apa yang kita, apa yang merupakan identitas kita, kebebasan kita, budaya kita dan, terakhir, kehidupan kita," kata Castex.
