Anjing dan Kucing Agresif hingga Menggigit Selama Pandemi, Tiongkok Justru Kekurangan Vaksin Rabies

- 28 Juli 2020, 10:55 WIB
ILUSTRASI vaksin rabies.*/ANTARA
ILUSTRASI vaksin rabies.*/ANTARA /ANTARA/

PR CIREBON - Masyarakat Tiongkok kini tengah dilanda kekhawatiran yang mendalam setelah sejumlah provinsi mengalami kekurangan persediaan vaksin rabies.

Kekurangan vaksin tersebut terjadi di tengah lonjakan kasus orang-orang yang terluka akibat gigitan anjing dan kucing.

Rumah Sakit No 5 Kota Shijiazhuang, Provinsi Hubei, menyatakan kekurangan stok vaksin rabies pada Mei-Juni setelah sejumlah perusahaan vaksin menghentikan produksinya pada Januari-Februari akibat pandemi Covid-19.

Meski pun vaksin tersedia, distribusinya akan berjalan sangat lambat.

Baca Juga: Ngaku Tidak Akan Terlibat Pilkada Lagi, Achmad Purnomo Tolak Bantu Gibran jadi Tim Pemenangan

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular (CDCP) Kota Jinan, Provinsi Shandong, juga menyatakan hal yang senada bahkan kekurangan stok akan berlangsung lama.

Beberapa pengamat menilai kekurangan stok tersebut akibat pengetatan sistem supervisi sehingga lisensi beberapa perusahaan besar ditangguhkan sebagai dampak skandal kegagalan vaksin yang diproduksi oleh Changchun Changsheng Life Science pada 2018.

Skandal ini telah mendapatkan perhatian serius dari Presiden Xi Jinping selaku Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (CPC) sehingga beberapa pucuk pimpinan perusahaan vaksin tersebut dijebloskan ke penjara.

Baca Juga: Sebut Masa Depan Korut Dijamin, Kim Jong Un: Berkat Penangkal Nuklir, Tidak akan Ada Lagi Perang

"Faktor itu tidak bisa dimungkiri sangat berdampak pada produksi vaksin sehingga stok berkurang pada Januari-Februari. Tapi tingginya kesenjangan antara produksi dan permintaan sudah bisa cepat teratasi pada Maret," kata Tao Lina, pakar vaksin dari Shanghai mencoba menenangkan masyarakat, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Global Times.

Produsen vaksin Liaoning Chengda Co Ltd menggeliatkan lagi produksinya pada 2 Maret agar bisa menghasilkan 800.000 dosis vaksin per bulan, sama dengan kapasitas produksi pada 2019.

Nilai produksi vaksin rabies di Tiongkok mencapai 4 miliar yuan atau sekitar Rp8,3 triliun.

Baca Juga: Virus Corona Jadi Kondisi Darurat Kesehatan Global Terparah, WHO: Covid-19 Telah Mengubah Dunia Kita

"Saat tinggal di rumah selama pandemi, masyarakat banyak menghabiskan waktunya bersama binatang piaraan. Hal ini memungkinkan peningkatan serangan anjing pada manusia," kata Tao mengemukakan alasan lain dari tingginya permintaan vaksin rabies tersebut.

Oleh sebab itu dia mendesak pihak terkait memperketat aturan mengenai binatang piaraan dan memperluas jangkauan vaksinasi untuk melindungi masyarakat dari penyakit rabies.

Di Tiongkok kasus rabies menduduki peringkat kelima penyakit menular yang menyebabkan kematian, setelah AIDS, TBC, Hepatitis A, dan Hepatitis B.

Pada 2019 terdapat 276 orang di Tiongkok tewas akibat rabies. Pada 2007 jumlah kematiannya pernah mencapai angka 3.300.

Baca Juga: Sebut Masa Depan Korut Dijamin, Kim Jong Un: Berkat Penangkal Nuklir, Tidak akan Ada Lagi Perang

Tiongkok bisa saja mengikuti India dengan angka kematian setiap tahun lebih dari 2.000 dalam satu dekade terakhir.

Namun Tiongkok telah meningkatkan manajemen hewan peliharaan dalam beberapa tahun terakhir dengan mewajibkan pemiliknya mendaftar dan vaksinasi.

Menurut salah satu laporan industri, permintaan vaksin rabies di Tiongkok akan tetap tinggi hingga 70 persen dari hewan peliharaan yang harus divaksinasi. Saat ini rasio vaksinasinya 10-40 persen.

Pada 2019, jumlah kucing dan anjing peliharaan di Tiongkok mencapai 99,15 juta ekor, naik 8,4 persen dibandingkan 2018.***

 

Editor: Nur Annisa

Sumber: Global Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah