Unjuk Rasa Kontrol Senjata Meluas di AS. Dipicu Aksi Penembakan Brutal

- 12 Juni 2022, 23:36 WIB
Kepaika di tengah unjuk rasa kontrol senjata di AS.
Kepaika di tengah unjuk rasa kontrol senjata di AS. /Metro.co.uk/AP/Getty Images/

SABACIREBON - Ribuan orang membanjiri US National Mall di Washington D.C. sebagai bagian dari unjuk rasa  di seluruh negeri untuk menuntut kontrol senjata yang lebih besar di Amerika.

Upaya lewat demo agar ada perubahan undang-undang menyusul kejadian penembakan brutal massal baru-baru ini di Uvalde, Texas, dan Buffalo, New York.

Menurut para aktivis, mereka harus memaksa Kongres AS untuk bertindak.

Namun di tengah unjuk rasa March for Our Lives (Maret untuk Kehidupan Kita) di Washington D.C. para demonstran sempat panik dan berlarian ketika seorang pria menerobos naik ke atas panggung.

Pria tersebut adalah salah seorang yang kontra demonstrasi dan sebelum ditahan dia berteriak, "Saya tidak menembak sekolah!"

Orang-orang terlihat meringkuk di lantai atau melarikan diri, karena banyak yang takut dia membawa pistol.

Baca Juga: Wahai Pemuda Bandung Hipertensi Sedang Mengintai

Pembicara di atas panggung kemudian meyakinkan massa bahwa mereka tidak dalam bahaya.

Tidak lama berselang, sekitar pukul 13.30 waktu setempat, seseorang yang berdiri di dekat sekelompok kontra pengunjuk rasa mulai berteriak agar mengheningkan cipta untuk korban kekerasan senjata.

Penyelenggara demo berharap unjuk rasa March For Our Lives kedua akan menarik sebanyak 50.000 orang ke Monumen Washington di ibukota AS.

Jumlah itu memag jauh lebih sedikit dibanding 200.000 orang pada pawai awal 2018. Akan tetapi para aktivis telah memutuskan untuk fokus pada pawai yang lebih kecil di sekitar 300 lokasi di seluruh AS.

Meskipun cuaca basah di ibu kota AS, sejumlah orang hadir di halaman monumen jauh sebelum rapat umum dimulai.

Mereka membawa spanduk yang tulisannya berbunyi: "Anak-anak tidak dapat diganti, para senator."

Baca Juga: Covid 19 Naik Lagi, Sub Varian Baru Omicron BA.4 dan BA.5 Bertambah Terus

Seorang gadis usia sekolah menengah membawa papan bertuliskan: "Saya ingin merasa aman di sekolah".

March For Our Lives pertama dipicu oleh pembunuhan 14 siswa dan tiga anggota staf oleh mantan siswa di Marjory Stoneman Douglas High School di Parkland, Florida.

Pembantaian itu memicu terciptanya gerakan March For Our Lives yang dipimpin oleh anak-anak muda.

Mereka berhasil menekan pemerintah negara bagian Florida yang didominasi Partai Republik untuk memberlakukan reformasi pengendalian senjata.

Para siswa Parkland kemudian berusaha mengubah undang-undang senjata di negara bagian lain dan secara nasional meluncurkan March For Our Lives.

Kegiataannya antara lain mengadakan rapat umum besar-besaran di Washington pada 24 Maret 2018.

Baca Juga: Kalahkan Andalan Taiwan, Jagoan Denmark Viktor Axelsen Juara Indonesia Masters 2022

Sekarang, dengan serangkaian penembakan massal membawa kontrol senjata kembali ke percakapan nasional di AS.

Penyelenggara demo pada akhir pekan ini mengatakan, waktu yang tepat untuk memperbarui dorongan mereka untuk perombakan nasional.

“Saat ini kami sedang marah,” kata Mariah Cooley, anggota dewan March For Our Lives dan senior di Universitas Howard di Washington.

“Ini akan menjadi demonstrasi untuk menunjukkan bahwa kita sebagai orang Amerika, kita tidak akan berhenti dalam waktu dekat sampai kongres melakukan pekerjaan mereka. Dan jika tidak, kami tidak akan memilih mereka."

Orang-orang yang selamat dari penembakan massal dan insiden kekerasan senjata lainnya telah melobi legislator dan bersaksi di Capitol Hill minggu ini.

Di antara mereka adalah Miah Cerrillo, seorang gadis berusia 11 tahun yang selamat dari penembakan di Sekolah Dasar Robb di Uvalde, Texas.

Dia menjelaskan kepada anggota kongres bagaimana dia menutupi dirinya dengan darah teman sekelasnya yang sudah mati untuk menghindari ditembak.***

 

Editor: Asep S. Bakrie

Sumber: Metro.co.uk


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x