Miliki Klaim Tumpang Tindih, Tiongkok Ajukan Negosiasi Laut China Selatan dengan Nine Dash Line

- 6 Juni 2020, 11:05 WIB
PETA yag menunjukkan wilayah Laut China Selatan, garis putus-putus merupakan wilayah yang diklaim Tiongkok
PETA yag menunjukkan wilayah Laut China Selatan, garis putus-putus merupakan wilayah yang diklaim Tiongkok /CSIS Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI)/

PR CIREBON - Laut China Selatan kembali mengundang polemik usai Tiongkok mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres pada Selasa, 2 Juni 2020.

Dalam suratnya itu, Tiongkok mengakui tidak ada klaim tumpang tindih dengan wilayah Indonesia, tetapi bersengketa soal hak-hak perairan Laut China Selatan.

Bila ditarik mundur, surat Tiongkok itu menjadi tanggapan atas surat yang dikirim Indonesia ke PBB pada 26 Mei 2020. Lebih detail, Indonesia menuliskan penolakan tegas terhadap kehadiran peta Nine Dash Line atau sembilan garis putus-putus Tiongkok sebagai dasar klaim tumpang tindih.

Baca Juga: Polisi Tembak Mati Dua Pelaku Perampokan Minimarket, Sempat Terlibat Adu Senjata

Secara jelas, Nine Dash Line membuat Indonesia rugi karena Tiongkok mengklaim hampir semua jalur perairan Laut China Selatan.

"Berdasarkan UNCLOS tahun 1982, Indonesia tidak memiliki klaim yang tumpang tindih dengan Tiongkok, sehingga tidak relevan untuk mengadakan dialog tentang penetapan batas-batas laut," kata Damos Dumoli Agusman selaku Direktur Jenderal Hukum internasional dan Perjanjian, Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Jumat, 5 Juni 2020, seperti dikutip dari Radio Free Asia.

Adapun pernyataan Damos merujuk pada pernyataan Kemenlu RI di Januari 2020 yang menegaskan tidak ada sengketa wilayah dengan Tiongkok di Laut China Selatan berdasarkan perjanjian Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982.

Baca Juga: Tersiar Kabar Legenda Argentina Diego Maradona Jadi Gendut akibat Lockdown Covid-19, Ini Faktanya

"Dinyatakan bahwa kami menolak (negosiasi apa pun)"tegas Damos.

Sedangkan, surat Tiongkok ke PBB baru-baru ini berpendapat bahwa Laut China Selatan telah ditetapkan sebagai perairan bersejarah.

"Tidak ada sengketa wilayah antara Tiongkok dan Indonesia di Laut China Selatan. Namun, Tiongkok dan Indonesia memiliki klaim yang tumpang tindih tentang hak dan kepentingan maritim di beberapa bagian Laut Cina Selatan," demikian bunyi surat Tiongkok kepada Sekjen PBB.

Baca Juga: Rapid Test Dikenakan Biaya, DPRD: Seharusnya Gratis

Bahkan, surat Tiongkok itu juga menuliskan kesiapan Tiongkok untuk menyelesaikan klaim tumpang tindih itu melalui negosiasi dengan harapan Tiongkok menjaga perdamaian dan stabilitas Laut China Selatan

"Tiongkok bersedia menyelesaikan klaim yang tumpang tindih melalui negosiasi dan konsultasi dengan Indonesia, dan bekerja sama dengan Indonesia untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan," tambah surat tersebut.

Namun, keputusan penolakan Indononesia adalah mutlak. Secara tegas, Indonesia mutlak menolak negosiasi apapun, karena dasar negosiasi hanya klaim sepihak Tiongkok dan tidak memiliki dasar dalam hukum Internasional.

Baca Juga: Beredar Luas Video PKI Menyamar Sebagai Dokter yang Tangani Covid-19, Begini Faktanya

"Indonesia menegaskan bahwa peta garis nine dash line yang menyiratkan klaim hak historis jelas tidak memiliki dasar hukum internasional dan sama saja dengan mengecewakan UNCLOS 1982,” tulis surat Indonesia.

Sementara itu, Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan bahwa Jakarta menggunakan surat itu untuk menunjukkan bahwa Garis Sembilan Dash Tiongkok telah melewati batas yang ditetapkan oleh zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEE).

“Kami tidak pernah tahu niat Cina dalam membangun Garis Sembilan Garis Garis. Ini mungkin memiliki potensi untuk menciptakan kondisi yang mengganggu apa yang telah ditentukan oleh Indonesia sejak lama, "tutur Teuku Faizasyah yang merupakan juru bicara kementerian pada 29 Mei 2020.

Baca Juga: Situasi Memanas, NU Sebut Demokrasi di AS Sedang Sekarat dan Tak Sekokoh yang Didengungkan

Dalam arti lain, surat Tiongkok itu seolah ingin bernegosiasi masalah apple to apple, tetapi seorang pakar hukum maritim internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Made Andi Arsana menilai hal itu sangat tidak logis.

“Klaim Indonesia didasarkan pada hukum internasional sementara klaim China bersifat sepihak. Itu bukan masalah apel ke apel, ” ungkap Arsana menutup pernyataan.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Radio Free Asia (RFA)


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x