Laporan itu menyebut bahwa virus yang melompat dari kelelawar ke manusia melalui hewan perantara adalah skenario yang paling mungkin, sementara kebocoran dari laboratorium virologi Wuhan sangat tidak mungkin.
Namun, penyelidikan menghadapi kritik karena kurangnya transparansi dan akses, dan karena tidak mengevaluasi teori kebocoran laboratorium lebih dalam.
Baca Juga: Ketua Fraksi PKS Sebut ‘IF’ Gentleman, Karena Mengundurkan Diri dari Kursi Anggota DPRD Kuningan!
Desakan WHO bulan lalu untuk tahap kedua penyelidikan dan melakukan audit pada laboratorium Wuhan membuat marah Beijing.
Wakil menteri kesehatan Zeng Yixin mengatakan rencana itu menunjukkan WHO tidak menghormati akal sehat dan arogansi terhadap sains.
Dalam sebuah pernyataan tentang memajukan studi fase dua, WHO bersikeras bahwa pencarian itu bukan untuk menyalahkan siapa pun atau adanya unsur politik.
"Rangkaian studi selanjutnya akan mencakup pemeriksaan lebih lanjut dari data mentah dari kasus paling awal dan serum dari kasus awal yang potensial pada 2019," kata WHO, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Channel News Asia.
"Akses ke data sangat penting untuk mengembangkan pemahaman kita tentang sains," tambahnya.
WHO mengatakan sedang bekerja dengan beberapa negara yang melaporkan deteksi SARS-CoV-2 dalam sampel dari spesimen biologis yang disimpan pada 2019.