Tindakan itu membiasakan mereka dengan ekonomi pasar sekaligus mengurangi loyalitas kepada partai, yang tetap tidak efektif selama krisis.
“Generasi yang lebih tua tumbuh dengan jatah dari rezim, tetapi generasi yang lebih muda tumbuh dengan beras yang dibeli dari pasar.
“Mereka pikir mereka tidak mendapat manfaat dari sistem rezim. Wajar jika ada kesenjangan besar di antara mereka dalam hal loyalitas, ideologi dan pemikiran tentang pemimpin negara," kata Seo, dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari The Korea Times.
Selain itu, generasi muda juga dihadapkan pada konten budaya asing, termasuk dari Korea Selatan.
Menurut Thae Yong-ho dari Partai People Power yang merupakan diplomat Korea Utara untuk Inggris sebelum membelot ke Korea Selatan, sekitar 70 persen hingga 80 persen anak muda Korea Utara diperkirakan telah menonton film atau drama Korea Selatan.
Baca Juga: PBB Desak Militer Myanmar Bebaskan Aung San Suu Kyi: Kami Prihatin pada Penangkapan Sewenang-wenang
Konten budaya Selatan tentu saja tidak mendukung ideologi komunis mereka.
"Banyak orang menonton drama Korea Selatan, dan lebih banyak orang juga menyaksikan betapa Tiongkok telah berubah sejak reformasi dan menjadi terbuka.
“Generasi muda mulai menyadari bahwa Korea Utara secara ekonomi lemah. Mereka tahu tentang orang-orang yang melarikan diri ke Korea Selatan, dan mereka tahu bahwa para pembelot itu lebih baik daripada mereka," kata Kim Yong-hwa, kepala Asosiasi Hak Asasi Manusia Pengungsi Korea.