AS Sebut Pandemi Covid-19 Tingkatkan Kasus Perdagangan Manusia, Ini Sebabnya

- 2 Juli 2021, 20:30 WIB
Ilustrasi perdagangan manusia./ AS menyebut bahwa pandemi Covid-19 telah meningkatkan kasus perdagangan manusia karena beberapa sebab ini.
Ilustrasi perdagangan manusia./ AS menyebut bahwa pandemi Covid-19 telah meningkatkan kasus perdagangan manusia karena beberapa sebab ini. /Pixabay/Sammisreachers

PR CIREBON – Amerika Serikat (AS) menyebut bahwa pandemi Covid-19 telah menciptakan lingkungan yang ideal bagi perdagangan manusia untuk berkembang.

Menurut AS, hal itu disebabkan pemerintah mengalihkan sumber daya ke krisis kesehatan Covid-19 dan pelaku perdagangan manusia mengambil keuntungan dari orang-orang yang rentan.

Departemen Luar Negeri AS juga merilis laporan pada Kamis, 1 Juli 2021 waktu setempat yang memuat peringkat beberapa negara atas upaya mereka memerangi kasus perdagangan manusia.

Baca Juga: Sempat Pediksi Kematian Mbak You yang Akan Datang di Tahun 2021, Teuku Iqbal Johard: Saya Belum Meminta Maaf

Merilis laporan tahunan, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan hampir 25 juta orang di seluruh dunia diperkirakan menjadi korban perdagangan manusia.

"Banyak yang dipaksa menjadi pekerja seks komersial. Banyak yang dipaksa bekerja di pabrik atau ladang atau bergabung dengan kelompok bersenjata,” tutur Blinken.

“Ini krisis global dan sumber penderitaan manusia yang sangat besar," ujarnya, dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Channel News Asia.

Baca Juga: Spoiler Drama Korea The Penthouse 3 Episode 5: Jin Boon Hong Diikat, Apa yang Akan Dilakukan Joo Dan Tae?

Laporan Departemen Luar Negeri AS mengatakan pandemi Covid-19 telah menghasilkan kondisi yang meningkatkan jumlah orang yang mengalami kerentanan terhadap perdagangan manusia dan mengganggu intervensi anti-perdagangan manusia yang ada dan yang direncanakan.

Pemerintah di seluruh dunia mengalihkan sumber daya ke arah pandemi, seringkali dengan mengorbankan upaya anti-perdagangan manusia," jelasnya.

"Pada saat yang sama, pelaku perdagangan manusia dengan cepat beradaptasi untuk memanfaatkan kerentanan yang terpapar dan diperburuk oleh pandemi," tambah laporan itu.

Baca Juga: Trump Organization dan Kepala Keuangannya Didakwa Hukuman Pidana, Jaksa Tuduhkan Hal Ini

Kari Johnstone, penjabat direktur Office to Monitor and Combat Trafficking in Persons, mengatakan pertemuan faktor-faktor ini menghasilkan lingkungan yang ideal bagi perdagangan manusia untuk berkembang.

Misalnya, laporan itu mengatakan, gadis-gadis muda dari daerah miskin dan pedesaan di India dan Nepal sering kali diharapkan meninggalkan sekolah untuk membantu mendukung keluarga mereka selama kesulitan ekonomi.

"Beberapa dipaksa menikah dengan imbalan uang, sementara yang lain dipaksa bekerja untuk menambah penghasilan yang hilang," ujarnya.

Baca Juga: YG Entertainment Konfirmasi Son Nauen APink Turut Serta di Drama Ghost Doctor Bersama Rain dan Kim Bum

Di beberapa negara, termasuk AS, tuan tanah memaksa penyewa mereka yang biasanya wanita untuk berhubungan seks apabila mereka tidak dapat membayar sewa.

Laporan tersebut memeringkat negara-negara di seluruh dunia berdasarkan kepatuhan mereka terhadap Undang-Undang Perlindungan Korban Perdagangan (TVPA) tahun 2000.

Enam negara diturunkan dari Tingkat 1 atau peringkat tertinggi ke Tingkat 2, yakni Siprus, Israel, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, dan Swiss.

Baca Juga: Keamanannya Diprotes Warga, Agensi Song Jong Ki Beri Pernyataan Soal Gedung di Itaewon

Negara-negara Tingkat 2 tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum TVPA tetapi melakukan upaya yang signifikan untuk membuat diri sendiri mematuhinya.

Dua negara yakni Guinea-Bissau dan Malaysia ditambahkan ke daftar pelanggar terburuk Tingkat 3, termasuk Afghanistan, Aljazair, Tiongkok, Komoro, Kuba, Eritrea, Iran, Myanmar, Nikaragua, Korea Utara, Rusia, Selatan Sudan, Suriah, Turkmenistan, dan Venezuela.

Pemerintah dari 11 negara Tingkat 3 tersebut ditemukan memiliki kebijakan atau pola perdagangan manusia yang disponsori negara dalam program yang didanai pemerintah.

Baca Juga: Pangeran Harry dan Pangeran William Reuni di Peresmian Patung Putri Diana, Kenang Cinta Sang Ibu

"Pemerintah harus melindungi dan melayani warganya, bukan meneror dan menundukkan mereka demi keuntungan," kata Blinken.

Sedangkan empat negara yakni Belarus, Burundi, Lesotho dan Papua Nugini dikeluarkan dari Tingkat 3 dan ditempatkan pada daftar pengawasan Tingkat 2.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Channel News Asia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah