PR CIREBON - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lewat unggahan salah satu pejabatnya di media sosial Twitter, mengutuk serangan milisi di Kota Beni, Republik Demokratik Kongo, yang menewaskan seorang pasukan pemelihara perdamaian asal Indonesia, Sersan Mayor Rama Wahyudi.
"Saya mengutuk keras serangan pengecut di Beni, kemarin yang menewaskan seorang anggota pasukan perdamaian asal Indonesia yang bertugas untuk MONUSCO," kata Kepala Departemen Operasi Perdamaian PBB, Jean-Pierre Lacroix, sebagaimana tertulis dalam cuitannya di Twitter, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.
MONUSCO merupakan misi perdamaian PBB di Republik Demokratik Kongo. Lacroix memastikan aksi teror tersebut harus ditindak oleh aparat hukum.
Baca Juga: Dituduh sebagai Mata-mata, India dan Pakistan Saling Usir Diplomat
Dalam cuitan itu, ia juga menyampaikan rasa syukur kepada Pemerintah Indonesia karena senantiasa mendukung PBB dan Misi Perdamaian PBB.
Kelompok bersenjata Allied Democratic Forces (ADF) menyerang wilayah dekat Kota Beni, Senin malam, 22 Juni 2020.
Serangan itu terjadi saat pasukan MONUSCO, misi yang diikuti Serma Rama, sedang mengadakan patroli rutin.
Baca Juga: Izin Resepsi Pernikahan Masih Dikaji, Wedding Organizer Gelisah dan Minta Kelonggaran
Di samping Serma Rama, seorang anggota lainnya juga dikabarkan terluka. Namun, ia selamat dan saat ini kondisinya stabil, kata PBB dalam laman resminya.
Dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyampaikan ucapan bela sungkawa kepada keluarga Sersan Rama dan Pemerintah Indonesia.
Ia menyebut serangan terhadap pasukan perdamaian PBB sebagai bagian dari kejahatan perang. Untuk iu, Guterres mendesak Pemerintah Republik Demokratik Kongo untuk menyelidiki dan membawa para pelaku ke pengadilan.
Baca Juga: Corona Indonesia Tembus 49.000 Kasus, Jokowi: Ancaman Belum Berakhir, Jalankan Protokol Kesehatan
Tidak hanya itu, Dewan Keamanan PBB dan Kepala MONUSCO Leila Zerrougui juga mengutuk keras serangan tersebut.
Pelaku serangan, ADF, merupakan gerilyawan bersenjata yang memindahkan aksi terornya dari Uganda ke Republik Demokratik Kongo pada 1990-an.
ADF mulanya menyebar teror karena menentang pemerintahan Presiden Uganda Yoweri Museveni. Namun pada 1995, ADF menetapkan beberapa wilayah di Republik Demokratik Kongo sebagai pusat operasinya.
PBB, lewat laman resminya, menyampaikan ADF telah menewaskan 15 anggota pasukan perdamaian PBB di markas mereka yang terletak dekat perbatasan Kongo dan Uganda pada Desember 2017.***