Tuduhan Tak Kunjung Usai, Tiongkok Kini Dituding Telah Curi Penelitian Amerika Serikat

26 April 2020, 12:37 WIB
PENAMPAKAN laboratorium virus corona di Wuhan, Tiongkok. //China Daily via Daily Mail

PIKIRAN RAKYAT - Pada 17 April 2020, peretas di berbagai dunia telah menargetkan penelitian perawatan virus corona ke Amerika Serikat.

Seorang pejabat senior cybersecurity FBI mengatakan bahwa peretas pemerintah asing telah membobol institusi yang melakukan penelitian untuk pengendalian Covid-19.

Deputi Aisten Direktur Investigasi Biro Federal Tonya Ugoreta mengatakan peretas itu didukung oleh negara masing-masing untuk berleliaran di sektor kesehatan AS.

Baca Juga: Dampak Perpanjangan PSBB Jakarta, Tujuh Stasiun MRT Resmi Ditutup Sementara

"Kami tentu saja telah melihat kegiatan pengintaian, dan beberapa intruksi ke dalam beberapa lembaga tersebut, terutama yang secara publik mengidentifikasi diri mereka sebagai yang bekerja pada penelitian terkait Covid," tambahnya.

Ugoretz mengatakan masuk akal bagi organisasi yang bekerja pada perawatan yang menjanjikan atau vaksin potensial untuk menggembar-gemborkan pekerjaan mereka di depan umum.

Namun ia mengatakan bahwa sisi buruknya adalah bangsa lain yang akan tertarik untuk mengumpulkan detail tentang apa yang sebenarnya telah mereka lakukan, bahkan bisa saja mencuri informasi hak milik pribadi yang dimiliki lembaga tersebut. '

Ugoretz mengatakan bahwa peretas yang didukung negara sering menargetkan industri biofarmasi, tetapi selama krisis ini peretasan kian meningkat.

Baca Juga: Dampak Perpanjangan PSBB Jakarta, Tujuh Stasiun MRT Resmi Ditutup Sementara

 

Seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa dua 'pelaku' utama yang menargetkan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS) adalah Rusia dan Tiongkok.

Pakar keamanan mengatakan bahwa Tiongkok dipilih sebagai sumber utama serangan ini.

"Kami sangat terbiasa dengan peningkatan intrusi cyber ke pusat-pusat medis, pusat penelitian, universitas, siapa pun yang melakukan penelitian di bidang ini," ujar John Demers, kepala Divisi Keamanan Nasional Departemen Kehakiman.

Ia menyatakan bahwa tidak ada yang lebih berharga dari penelitian biomedis terkait vaksin Covid-19 di tengah pandemi tersebut.

Baca Juga: Dunia Butuh 2 Tahun untuk Normal Lagi Usai Covid-19, Pejabat Korea Selatan Memperingatkan

Hal ini bukan sekedar komersial, namun negara yang berhasil membuat vaksin dan temuan baru maka akan memiliki kisah sukses geopolitik yang signifikan.

Dalam hal ini, Tiongkok berusaha memblokir laporan Uni Eropa yang menuduh Beijing menyebarkan disinformasi tentang virus corona.

Pasalnya Uni Eropa pada laporan internalnya menyebut bahwa Tiongkok terus menjalankan kampanye disinformasi global untuk mengelak dari tudiuhan atas pecahnya pandemi dan meningkatkan citra internasionalnya.

"Tiongkok dihantam pandemi belum lama ini, sehingga rakyatnya dapat berempati dengan penderitaan orang Amerika sekarang. Telah ada pembicaraan tidak menyenangkan antara bangsa kita tentang penyakit ini. Tetapi ini bukan waktunya untuk menunjuk dengan jari. Ini adalah waktu untuk solidaritas, kolaborasi dan dukungan timbal balik," ujar Duta Besar Tiongkok untuk AS, Cui Tiankai.

Baca Juga: Peduli Tenaga Medis Covid-19, YANU Salurkan Bantuan APD ke RSUD Arjawinangun

Ia juga mengatakan bahwa sejauh ini, Tiongkok telah mengirimkan para ahlinya ke berbagai negara untuk membantu.

Bahkan ia mengklaim telah mengirim alat uji, masker pelindung, dan peralatan medis ke rumah sakit di Amerika Serikat serta ke banyak negara lain.

"Itulah sebabnya kami berbagi keahlian dan pelajaran yang sulit dipelajari dengan negara-negara yang mencari informasi dan jawaban," ujar Tiankai.

Dalam hal ini, Google Threat Analysis Group (TAG), tim ahli keamanan khusus yang mengidentifikasi phishing dan peretasan yang didukung pemerintah terhadap Google dan orang-orang yang menggunakan produknya, telah mengungkap serangan yang tak terhitung jumlahnya.

Baca Juga: Begini Penuturan dan Kronologis Penangkapan Ravio Patra versi Polda Metro Jaya

"Sistem kami telah mendeteksi 18 juta malware dan phishing pesan Gmail per hari terkait dengan Covid-19, selain lebih dari 240 juta pesan spam harian yang berhubungan dengan Covid," ujar pihaknya seperti yang diberitakan oleh situs The Sun.

Satu kampanye penting berusaha untuk menargetkan akun pribadi karyawan pemerintah AS dengan umpan phishing menggunakan waralaba makanan cepat saji di Amerika.

Beberapa pesan menawarkan makanan dan kupon gratis sebagai tanggapan terhadap Covid-19, yang lain menyarankan penerima mengunjungi situs yang menyamar sebagai opsi pemesanan dan pengiriman online.

Begitu orang mengklik email, mereka diberikan halaman phising yang dirancang untuk mengelabui mereka agar memberikan kredensial akun Google mereka.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: The Sun

Tags

Terkini

Terpopuler