Usai Delta, Ilmuwan Khawatirkan Varian Lambda dari Peru, Diduga Sangat Menular

6 Juli 2021, 11:30 WIB
Ilmuwan mengkhawatirkan adanya varian Lambda yang pertama kali terindentifikasi di Peru, menyebutnya sangat menular. /Pixabay

PR CIREBON – Usai beredarnya varian Delta yang pertama kali diidentifikasi di India, kini para ilmuwan khawatir akan varian Lambda.

Varian Covid-19 bernama Lambda itu adalah yang terbaru dan diduga sangat menular, serta pertama kali diidentifikasi di Peru.

Ilmuwan juga menyebutkan bahwa studi lanjut tentang efektivitas vaksin terhadap varian Lambda masih harus dilakukan.

Baca Juga: Salah Satunya Meningkatkan Metabolisme, Simak 4 Manfaat Olahraga Pagi untuk Kesehatan Tubuh Manusia

Mutasi Lambda, atau C.37, diduga telah muncul di Peru sejak Agustus lalu, dan merupakan alasan mengapa Peru menjadi negara yang memiliki tingkat kematian akibat pandemi tertinggi di dunia.

Varian Lambda itu telah menyebar ke sekitar 30 negara dan sebagian besar di Amerika Latin, tetapi juga telah tiba di Inggris yang telah mencatat setidaknya delapan kasus, menurut angka pemerintah.

Tidak ada kasus strain Lambda yang diketahui di AS, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) negara itu.

Baca Juga: Israel Gelar Pemungutan Suara Soal Undang-undang yang Melarang Keturunan Palestina Perpanjang Kewarganegaraan

Di Peru, Lambda telah menyebar hingga 81 persen infeksi baru yang diuji untuk varian itu sejak April, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Data Universitas Johns Hopkins juga menunjukkan bahwa negara Amerika Selatan itu saat ini memiliki tingkat kematian tertinggi di dunia.

Di Peru, hampir 10 persen dari mereka yang terinfeksi berakhir dengan kematian, dengan tingkat hampir 600 untuk setiap 100.000 warga.

Baca Juga: Cek Kepribadian dan Kebiasaan Menarik dari Zodiak Leo, Virgo, Libra, dan Scorpio, Salah Satunya Sangat Egois

Data itu hampir dua kali lipat dari negara dengan kematian tertinggi kedua, Hongaria.

Lambda bulan lalu dinyatakan sebagai Variant of Interest oleh WHO, yang mencatat bahwa itu terkait dengan tingkat substantif penularan komunitas di beberapa negara.

“Lambda membawa sejumlah mutasi yang mungkin menyebabkan potensi peningkatan penularan atau kemungkinan peningkatan resistensi terhadap antibodi penetralisir,” kata WHO, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari New York Post.

Baca Juga: Prediksi Shio Bulan Juli 2021: Shio Tikus Pelajari Keuangan Anda, Kerbau Akan Bahagia

Para ilmuwan di Chili juga memperingatkan dalam sebuah penelitian baru-baru ini yang diterbitkan minggu lalu, bahwa efektivitas vaksin terhadap varian Lambda masih harus diteliti ulang.

“Data kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa mutasi yang ada pada protein lonjakan varian Lambda memberikan pelepasan antibodi penawar dan peningkatan infektivitas,” tulis para peneliti dari University of Chile di Santiago.

Menurut studi tersebut, alasan itu bisa menjelaskan mengapa Lambda dapat bertahan lebih kuat daripada varian lain.

Baca Juga: Alami Jantung Palpitasi atau Berdebar Lebih Cepat? Inilah 6 Cara Pengobatan Sederhana di Rumah

“Mengingat varian ini telah menyebar dengan cepat di Peru, Ekuador, Chili, dan Argentina, kami percaya bahwa Lambda memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi varian yang menjadi perhatian,” tutup mereka dalam makalah pracetak yang belum ditinjau oleh rekan sejawat.

Selain itu, menurut Jeff Barrett, direktur Inisiatif Genomik COVID-19 di Wellcome Sanger Institute di Inggris, salah satu alasan mengapa sulit untuk memahami Lambda adalah karena varian itu memiliki serangkaian mutasi yang tidak biasa.

“Setidaknya salah satu mutasi tampaknya mirip dengan varian Delta, membuat keduanya sangat menular,” katanya.

Baca Juga: Lirik Lagu 'All I Want Is You' - Bastian Steel

Inggris telah menetapkan Lambda sebagai ‘Varian Dalam Investigasi’ pada 23 Juni, setelah enam kasus terdeteksi dan semuanya dari orang-orang yang telah kembali dari perjalanan.

Setidaknya dua kasus lagi di Inggris telah terdeteksi sejak saat itu.

“Studi lebih lanjut diperlukan untuk memvalidasi efektivitas vaksin yang berkelanjutan dengan jenis baru,” imbau WHO.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: New York Post

Tags

Terkini

Terpopuler