SABACIREBON - Praktik sunat pada perempuan masih ada. Padahal, aksi tersebut diklaim melanggar hak-hak reproduksi perempuan.
Namun, oleh pemerintah Indonesia, sunat pada perempuan tidak dilarang. Syaratnya, proses sunat pada perempuan hanya boleh dilakukan di bagian tertentu.
Terkait sunat pada perempuan ini. Ada aturannya. Yakni, termuat dalam Permenkes Nomor 1.636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat Perempuan.
Permenkes RI ini dibuat untuk melindungi perempuan dari praktik sunat ilegal yang membahayakan jiwa maupun sistem reproduksi mereka.
Baca Juga: Empat Kota di Jabar akan Jadi Ajang Uji Coba Pembelian BBM Bersubsidi dengan Aplikasi
Salah satu ketentuan dalam peraturan tersebut mengatakan, sunat perempuan hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan baik dokter, bidan atau perawat yang memiliki izin kerja. Sebisa mungkin, tenaga kesehatan yang dimaksud berjenis kelamin perempuan.
Bagian yang dipotong juga tidak boleh sembarangan, bahkan sebenarnya tidak ada bagian dari alat kelamin perempuan yang boleh dipotong. Sunat yang diizinkan hanya berupa goresan kecil pada kulit bagian depan yang menutupi klitoris (frenulum klitoris).
Sunat perempuan tidak boleh dilakukan dengan cara mengkaterisasi atau membakar klitoris (bagian sensitif terhadap rangsang seksual). Goresan juga tidak boleh melukai atau merusak klitoris, apalagi memotong seluruhnya.
Baca Juga: Watford Batal Lawan Timnas Qatar, Gara-gara Suporter, Begini Kronologisnya
Bagian lain yang tidak boleh dirusak atau dilukai dalam sunat perempuan adalah bibir dalam (labia minora) maupun bibir luar (labia mayora) pada alat kelamin perempuan. Hymen atau selaput dara juga termasuk bagian yang tidak boleh dirusak dalam prosedur sunat perempuan.
Hal lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah, sunat perempuan hanya boleh dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang bersangkutan dengan izin dari orangtua atau walinya. Petugas yang menyunat juga wajib menginformasikan kemungkinan terjadinya perdarahan, infeksi dan rasa nyeri.***