Catatan dari Journalist Camp PRMN : Gunung itu Hidup dan Memilih Siapa yang Berhak Mendaki...

29 Agustus 2023, 21:07 WIB
Galih menggendong MC disaksikan designernya Oki, dalam peragaan Tas Gendong 60 Liter Produk Eiger yang bisa difungsikan sebagai alat angkut manusia dalam keadaan darurat, dalam acara Journalist Camp, Kamis 24 Agustus 2023 /Uyun achadiat/

PAPARAN materi yang disampaikan Galih Donikara dalam Journalist Camp di Ciater, Kamis 24 Agustus 2023 tentang Peliputan Bencana, dengan penekanan pada bagaimana wartawan mempersiapkan diri dalam peliputan bencana.

Namun sebenarnya paparan itu berlaku bukan hanya untuk wartawan, tapi masyarakat umum yang ingin bertualang ke alam bebas. Bertualang ke hutan, naik gunung atau sekadar kemping.

Dalam Journalist Camp yang disuport oleh Eiger, produsen yang identik dengan produk dan perlengkapan petualangan alam itu, Galih menguraikan bagaimana persiapan yang harus dilakukan oleh seseorang atau sekelompok, manakala akan bertualang ke alam bebas atau naik gunung.

 Baca Juga: Pengobatan Herbal : Ginjal Tinggal Satu dan Harus Cuci Darah, Kini Dinyatakan Normal (bagian 5)

Bagi mereka yang sudah terbiasa, tentu tidak akan banyak kesulitan. Lain halnya bagi mereka yang belum pernah bertualang ke alam bebas. Ini yang menjadi penekanan Galih, pendaki Eiger  yang sudah melanglang buana menaklukan sejumlah gunung, baik dalam negeri maupun luar negeri.

 Apa yang perlu dipersiapkan?

 Galih, yang pernah mendaki gunung tertinggi di dunia Everest mengingatkan bahwa alam bebas itu mengandung bahaya. Sedangkan manusia, terutama yang akan bertualang justru mengundang bahaya.

Dari papapannya itu, Galih menekankan bahwa berbagai macam bahaya terdapat di alam bebas. Bagaimana manusia yang akan memasuki alam bebas terhindar dari bahaya maka jangan mengundang bahaya itu sendiri.

 Banyak peristiwa korban petualangan ke alam bebas, sungai, gunung, hutan, karena korban mengundang bahaya yang terkandung di alam bebas.

 Galih memberi contoh, bagi yang sudah terbiasa mendaki Gunung Tangkuban Perahu, maka bahaya itu bisa dihindari. Namun bagi yang tidak terbiasa mendaki, bisa saja petualangannya itu mengundang bahaya yang ada di sepanjang jalan pendakian ke Gunung Tangkuban Perahu.

 Baca Juga: Inilah, Setidaknya 4 Tanda Perubahan Perilaku Orang yang akan Meninggal, dalam Menghadapi Syakaratul Maut

Mengundang bahaya bisa jadi disebabkan karena berbagai factor. Mulai dari waktu pendakian yang tidak tepat, bekal tidak mencukupi, tidak membawa jas hujan, sampai kondisi fisik yang tidak menunjang. “Alam bebas mengandung bahaya, kita yang mengundang bahaya,” tegasnya.

Galih menyebut factor terpenting adalah perencanaan dan persiapan. Dengan perencanaan dan persiapan yang matang, berarti sudah 50 persen petualangan berhasil. Untuk mengurangi resiko bahaya, pemula perlu belajar, berdiskusi dengan yang sudah berpengalaman, termasuk melatih fisik.

Ia menyarankan latihan fisik setidaknya 150 menit per minggu, atau 25 menit setiap harinya. “Yang paling ringan, ya jalan kaki lah,” tuturnya dihadapan lebih dari 20 wartawan dari mitra yang tergabung dalam Grup PRMN.

Disamping kesiapan dan persiapan logistic dan fisik, satu hal yang paling berbahaya dan bisa mengundang bahaya  adalah kesombongan. “Tong sombong.. tong sompral pokona,” katanya mengingatkan.

 Baca Juga: Pengobatan Herbal : Mengenal Si Perdu Ajaib Kirinyuh untuk Kesehatan (Bagian3)

Salah satu kisah menarik yang diceriterakan Galih adalah guide Everest di Nepal. Para guide, katanya, sangat mempercayai bahwa gunung itu hidup dan memilih siapa yang berhak mendaki.

Bagi guide Everest di Nepal, mendaki sambil mengantar tamu merupakan ziarah sehingga benar-benar menjaga dari kesombongan. “Kan dalam Islam pun, semua mahluk dan benda bertasbih,” kata Galih.

 Mereka cukup percaya bahwa para  pendaki Everest yang terkena musibah, meninggal, bukan karena kekurangmampuan dan pengalaman pendakian, tapi bisa jadi karena factor lain terutama kesombongan.

 Paparan Galih cukup merangsang wartawan peserta Journalis camp untuk mengajukan pertanyaan. Berbagai pertanyaan dilontarkan, termasuk ada pertanyaan bagaimana mengusir jurig di hutan yang mengundang tawa.

Peserta Journalist Camp PRMN yang disuport Eiger, tampak serius mendengarkan paparan

 Baca Juga: Inilah, 5 Langkah agar Lulus Menghadapi Ibtila atau Ujian Hidup dari Allah SWT

Product Eiger

 Para peserta Journalist Camp sangat hepi karena memperoleh gudibag berupa Tas gendong yang bersisikan berbagai peralatan untuk hiling  ke alam bebas. Selain Galih, salah satu Product Designer Eiger yang juga memberikan paparannya adalah Oki Lufti, ada juga Deni Yudiawan, Khansa Syahla, dan tentu saja Pimred PRMN Satrya Graha.

Tas gendong yang dibagikan pada peserta, oleh Oki disebut Tas Siaga Bencana. Dirancang untuk selalu siap dibawa setiap saat.  Idealnya, dalam Tas Siaga Bencana itu, berisi berbagai peralatan dan makanan untuk minimal 3 hari.

 Salah satu produk yang menarik yang diperlihatkan lainnya adalah Tas Gendong 60 liter. Selain mampu mengangkut bawaan, tas ini juga sewaktu waktu bisa dirubah fungsinya menjadi tas untuk menggendong orang.

 Baca Juga: Polusi Udara, Berikut 5 Daerah Terburuk Kondisi Udaranya, Termasuk Daerah Anda kah?

Dalam petualangan di alam bebas, berbagai hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi. Dengan Tas Gendong 60 liter ini, orang yang perlu dipapah atau digendong, bisa menggunakan tas ajaib ini.

Kekuatan untuk dijadikan alat angkut orang dalam keadaan darurat, diperlihatkan pada peserta Journalist Camp oleh Galih.

 Journalist Camp PRMN yang disuport Eiger ini cukup efektif untuk menambah wawasan wartawan dalam melaksanakan tugas lapangan mendadak, terutama liputan bencana..

 Paling tidak menambah wawasan penulis dan pembaca. Dari paparan Galih, misalnya, ternyata Eiger  bukan hanya pembuat produk berkelas tetapi sudah cukup lama punya kepedulian terhadap pelestarian alam di sejumlah daerah. ***

Editor: Uyun Achadiat

Sumber: Liputan

Tags

Terkini

Terpopuler