SABACIREBON - Kenaikan harga minyak dunia dalam sebulan terakhir untuk jenis brend dan light sweet sebesar 14,36% dan 14,05% semakin mengkokohkan rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM jenis pertalite dan solar.
Walaupun harga minyak itu sedikit turun siang ini, namun Selasa pagi harga minnyak jenis brent telah mencapai USD 113,16/barel. Sedangkan jenis light sweet mencapai USD 108,21/barel. Sore ini atau jam 15.35 jenis brent turun sedikit menjadi USD 112,34/barel dan dan jenis light di USD 106.58/barel.
Volatilitas harga minyak dunia ini tentu mengakibatkan angka penerimaan negara (ICP) dari produksi minyak nasional juga mengalami kenaikan. Untuk Maret misalnya angka ICP itu mencapai USD 98,4/barel, padahal di APBN skenario pemerintah atas penerimaan negara dari harga minyak dunia hanya USD 63/barel.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Empat Tersangka Kasus Ekspor Minyak Goreng
Naiknya penerimaan negara, disatu sisi memang menguntungkan, karena menambah devisa dari sektor migas ini, bahkan juga akan menambah setoran deviden dari BUMN yang memproduksi migas. Namun disisi lain, angka ini, akan memberatkan karena harga patokan minyak dunia yang tinggi berimbas kepada makin tingginya subsidi pemerintah atas konsumsi BBM jenis pertalite dan solar. Konsumsi migas yang melebihi produksi berdampak kepada besarnya beban pemerintah karena pemerintah harus meningkat impor minyak dengan harga yang selalu naik setiap waktu.
Sudah diisyaratkan
Bakal naikknya harga pertalite dan solar sudah menjadi perbincangan kalangan pengusaha SPBU. Informasi yang mereka terima dari pihak Pertamina, bahwa BUMN ini akan segera menetapkan harga BBM jenis pertalite dan solar.
Sebelumnya, 25 Maret lalu, pemerintah setelah mempertimbangkan harga minyak global, memutuskan untuk menaikkan harga pertamax menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000/lt dari sebeleumnya Rp 9.000 - Rp 9.400/lt. Sedangkan solar jenis Dexlite menjadi Rp 12.950 - Rp 13.550/lt.
Baca Juga: Bandung Selatan Dikepung Banjir, Juga Dilanda Kemacetan