Cek Fakta: Benarkah Dahlan Iskan Sebarkan Pesan Penolakan Omnibus Law di WhatsApp, Tinjau Faktanya

14 Oktober 2020, 10:57 WIB
Hoax tulisan Dahlan Iskan /Disway

PR CIREBON - Beredar melalui aplikasi WhatsApp sebuah tulisan yang mencatut nama tokoh publik Dahlan Iskan. Tulisan tersebut berisi mengenai penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja, dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja merupakan kepentingan Organisasi Buruh.

Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Turn Back Hoaxdah, berikut potongan narasi mengenai tulisan yang catut nama Dahlan Iskan:

“Dahlan Iskan

Saya selalu mengatakan bahwa RUU Cipta kerja, adalah RUU yang sangat menguntungkan Pengusaha dan Buruh/Pekerja, tapi tidak menguntungkan bagi beberapa pihak. Salah satunya adalah Organisasi Buruh. Mereka menolak sebelum RUU Cipta Kerja dirilis dan mereka semakin menolak ketika RUU Cipta Kerja telah dirilis.

Ini murni untuk kepentingan organisasi buruh …” demikian bunyi narasi yang beredar dalam pesan berantai WhatsApp.

Baca Juga: Kemnaker Sebut Penyaluran Subsidi Upah Capai 97,37%, Tahap V Disalurkan Akhir Oktober

Melalui laman resmi Disway, Dahlan Iskan mengklarifikasi bahwa segala tulisan Dahlan Iskan mengenai Omnibus Law hanya terdapat di blog Disway.

“Jika kemudian ada yang menyebarkan tulisan dan mencatut nama Dahlan Iskan yang isinya berbeda dengan yang ada di blog pribadi ini, maka tulisan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya." dikutip dari laman resmi Disway.

Ada pun tulisan Dahlan Iskan mengenai Omnibus Law terdapat dalam karya-karyanya yang berjudul; “Terminal Omni”, “Menundukkan Pemerintah”, dan “Kuat Politik”.

Berdasarkan informasi yang telah dirangkum, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tulisan mengenai penolakan Omnibus Law yang mencatut nama Dahlan Iskan di WhatsApp adalah berita hoaks.

Oleh sebab itu, informasi tersebut masuk ke dalam kategori Manipulated Content atau Konten yang Dimanipulasi.

Baca Juga: Kabar Baik UU Cipta Kerja Unggulkan UMKM, DPR : Omnibus Law Perkuat Legalitas UMKM

[LANJUTAN NARASI]

“…. sama sekali tidak ada kerugian bagi buruh. Buruh yang selama ini jadi objek bagi organisasi buruh dalam melakukan berbagai tindakan yang selain merugikan buruh juga merugikan perekonomian negara, kini tidak lagi bisa mereka jadikan objek. Buruh bukan lagi “anak buah” dan “tentara” Organisasi buruh. RUU ini mengembalikan porsi buruh sebagai orang yang bekerja mencari nafkah untuk memperjuangkan keluarga, buruh bukan lagi menjadi tentara dan anak buah organisasi buruh untuk melaksanakan kepentingan organisasi buruh.

 

Ini beberapa kewenangan organisasi buruh yang dicabut dalam RUU Cipta Kerja. Dan dengan dicabutnya kewenangan tersebut, mereka tidak bisa lagi menjadikan buruh sebagai anak buah dan tentara mereka. Ini penjelasannya:

 Baca Juga: Norovirus Serang Mahasiswa di Tiongkok, Berpotensi Menyebar Seperti Covid-19

  • Dalam Kesepakatan pengaturan dan penentuan pengupahan, keterlibatan Organisasi Buruh DIHAPUS, sehingga mereka tidak bisa lagi ikut campur dalam urusan kesepakatan upah antara buruh dan pengusaha. Karena selama ini mereka adalah pihak yang sering merusak kesepakatan tersebut (Pasal 91
  • Organisasi buruh sudah tidak boleh lagi menugaskan buruh untuk melakukan ini dan itu sehingga mengganggu jam kerja buruh. Selama ini buruh seperti anak buah dan tentara Organisasi Buruh. Mereka harus patuh melakukan apa yang diperintahkan oleh Organisasi buruh. Tindakan itu sangat merugikan buruh dan Pengusaha. RUU ini mengembalikan lagi buruh sebagai buruh bukan tentara atau anak buah Organisasi buruh (Pasal 93)

 Baca Juga: Cek Fakta: Luhut Akan Vaksinasi 100 juta WNI, Benarkan MUI melarang vaksinasi dari Tiongkok itu?

  • Dalam urusan Pengupahan Nasional, Organisasi Buruh adalah pihak yang sangat merugikan karena mereka tidak mewakili buruh seluruh Indonesia dan terkesan memaksa, karena selalu dengan pengerahan masa dalam merumuskan sistem pengupahan nasional. Dalam RUU Cipta kerja, kewenangan Organisasi Buruh dalam MERUMUSKAN kebijakan Pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, DICABUT! Kini Organisasi buruh hanya diberi peran untuk memberikan saran dan pertimbangan saja, tidak lagi ikut merumuskan. Jadi tidak ada lagi pengerahan-pengerahan masa dan kengototan yang merugikan buruh dalam menentukan upah. Sehingga perumusan pengupahan itu bisa berjalan dengan normal tanpa ada kesan pemaksaan. Pemerintah tahu mana yang terbaik yang akan diputuskan sehingga tidak merugikan pengusaha dan buruh (Pasal 98)
  • Organisasi buruh dalam keanggotaan di Dewan Nasional tidak lagi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Begitupun untuk keanggotaan organisasi buruh di Provinsi dan kabupaten/Kota, tidak lagi diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah. Sehingga tidak lagi merasa mereka adalah penentu dan yang berjasa atas kehidupan buruh. Ini yang membuat buruh akhirnya mau tidak mau menjadi tentara dan anak buah organisasi buruh. Karena merasa diperjuangkan, padahal itu merugikan buruh sendiri dan tentu ekonomi negara. (Pasal 98)

Baca Juga: UU Omnibus Law Langkah Penting Indonesia, Ma'ruf Amin: Demi Antisipasi Persaingan Dunia usai Pandemi

Peran Organisasi Buruh dalam Kesepakatan Pemutusan Hubungan Kerja DICABUT! Pemutusan Hubungan kerja dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan buruh, tidak boleh lagi ada campur tangan dari Organisasi Buruh. Karena banyak terjadi ketika pengusaha dan buruh sudah sepakat, Organisasi buruh yang tidak sepakat dan melakukan berbagai cara sehingga ujung-ujungnya masalah menjadi panjang dan buruh yang dirugikan. Kalau buruh yang dirugikan, Organisasi buruh angkat tangan. Banyak terjadi seperti itu. Selain itu peran organisasi buruh dalam perundingan dengan Pengusaha DICABUT! Jadi tidak ada kewenangan Organisasi buruh untuk melakukan perundingan dengan Pengusaha. (Pasal 151)**”

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Disway.id Turn Back Hoax MAFINDO

Tags

Terkini

Terpopuler