Facebook dan Twitter Abaikan Permintaan Hapus Konten, Thailand Berang Langsung Ajukan Gugatan Hukum

25 September 2020, 17:01 WIB
ILUSTRASI sosial media. //pexels/Magnus Mueller

PR CIREBON – Thailand mengajukan gugatan hukum pada Kamis, 24 September 2020 terhadap Facebook dan Twitter karena dua media sosial itu mengabaikan permintaan pemerintah untuk menghapus kontennya.

Kementerian Digital mengajukan gugatan tersebut kepada polisi cybercrime setelah kedua media sosial itu melewatkan tenggat waktu 15 hari untuk sepenuhnya mematuhi perintah penghapusan yang dikeluarkan pengadilan mulai 27 Agustus.

Tidak ada tindakan yang diambil terhadap Google Alphabet seperti yang semula disarankan, karena itu akan menghapus semua video YouTube yang ditentukan.

Baca Juga: Makin Berani Bicara Soal PKI, Gatot Nurmantyo Singgung PDIP Jadi Tempat Berkumpulnya Keturunan PKI

"Ini adalah pertama kalinya kami menggunakan Undang-Undang Computer Crime untuk mengambil tindakan terhadap platform karena tidak mematuhi perintah pengadilan. Kecuali jika perusahaan mengirim perwakilan mereka untuk bernegosiasi, polisi dapat mengajukan kasus pidana terhadap mereka. Tetapi jika mereka melakukannya, dan mengakui kesalahan tersebut, kami dapat menetapkan denda," kata Puttipong Punnakanta, Menteri Digital Thailand kepada wartawan seperti dikutip Pikiranrakyat-Cirebon.com dari Straits Times.

Akan tetapi, dia tidak mengungkapkan detail konten atau mengatakan hukum apa yang telah dilanggar. Menurutnya, pengaduan itu ditujukan kepada perusahaan induk AS dan bukan anak perusahaan Thailand.

Kementerian akan mengajukan lebih banyak permintaan penghapusan seperti itu ke Facebook, Twitter, dan Google, meminta mereka untuk menghapus lebih dari 3.000 konten dalam platform mereka, dengan konten mulai dari pornografi hingga kritik terhadap monarki.

Baca Juga: Menawan dan Miliki Pesona Unik, Berikut Visual Triangle dari TREASURE yang Membuat K-Netz Jatuh Hati

Twitter menolak berkomentar, sementara Facebook dan Google juga tidak menanggapi permintaan komentar.

Thailand memiliki hukum yang keras yang melarang penghinaan terhadap monarki.

Undang-Undang Computer Crime, yang melarang pengunggahan informasi yang salah atau memengaruhi keamanan nasional, juga telah digunakan untuk menuntut kritik online terhadap keluarga kerajaan.

Baca Juga: Perkosa Anak di Bawah Umur, Pria di Aceh Dijatuhi Hukuman Cambuk 175 Kali

Dalam beberapa tahun terakhir, pihak berwenang telah mengajukan perintah pengadilan dengan permintaan ke platform media sosial untuk membatasi atau menghapus penghinaan kerajaan dan konten ilegal lainnya seperti perjudian atau pelanggaran hak cipta.

Berdasarkan Undang-Undang, mengabaikan perintah pengadilan dapat mengakibatkan denda hingga 200.000 baht (Rp95 juta), kemudian 5.000 baht (Rp2,3 juta) per hari hingga perintah tersebut dipatuhi.

Kementerian juga mengajukan keluhan cybercrime terpisah terhadap lima orang yang disebut mengkritik monarki di Facebook dan Twitter selama demonstrasi anti-pemerintah besar-besaran pada akhir pekan.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Straits time

Tags

Terkini

Terpopuler