Diduga Ada Politisasi Agama di Reuni 212, Pengamat: Sentimen Tarik Simpati, Menangkan Kelompok

- 20 November 2020, 09:26 WIB
Suasana aksi reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta, Senin 2 Desember 2019
Suasana aksi reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta, Senin 2 Desember 2019 /ANTARA FOTO/Aruna

PR CIREBON - Beredar kabar bahwa penyelenggaraan Reuni 212 yang diadakan oleh Persaudaraan Alumni atau PA 212 diduga politisasi agama.

Acara tersebut berencana diadakan setelah kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) sebagai salah satu bentuk silaturahmi.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar cabang Indonesia Muhammad Zainu Majdi atau biasa dikenal Tuan Guru Bajang (TGB) mengatakan bahwa politisasi agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik akan berdampak buruk dan berbahaya.

 Baca Juga: Selain Rekaman CCTV, Laporan Pemberitaan Media Bisa Jadi BuktI Pelanggaran Prokes Habib Rizieq

"Menurut saya, politisasi agama bentuk paling buruk dalam hubungan agama dan politik. Sekelompok kekuatan politik menggunakan sentimen keagamaan untuk menarik simpati kemudian memenangkan kelompok tersebut.

Menggunakan sentimen agama dengan membuat ketakutan pada khalayak ramai. Menggunakan simbol agama untuk mendapatkan simpati," katanya pada webinar Moya Institute bertema "Gaduh Politisasi Agama", dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News pada 19 November 2020.

Namun menurut Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar nahdlatul Wathan (PBNW) itu, politisasi agama juga bisa baik kalau nilai-nilai mulia agama menjadi prinsip dalam berpolitik, sebagaimana yang dilakukan para pendiri bangsa ini.

"Maka politik menjadi hidup dan bagus karena ada nilai agama," kata mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat itu.

Baca Juga: Alasan ILC Gagal Bahas Habib Rizieq Dibeberkan, Karni Ilyas: Terlihat Gampang, Tapi Ada Risiko

Selain itu, TGB juga mengomentari terkait kejadian akhir-akhir ini dan dia menilai ada kelompok tertentu yang ingin mempolitiasi agama dengan tujuan politik, murni unutk mencapai kekuasaan.

"Kita perlu literasi, perlu penegasan bahwa politik bagian dari muamalah, politik bukan akidah," tegas TGB.

Sementara itu, Intelektual Muhammadiyah yang juga Sekjen dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni mencontohkan bahwa kegiatan yang dilakukan HRS merupakan bagian dari politisasi agama.

"Kalau Rizieq mungkin mengatakan bukan (politisasi agama). Tapi kalau kita mengatakan iya," katanya.

Baca Juga: Pertanyakan IDI Bali usai Sukses Jerat Jerinx SID dengan Penjara 14 Bulan, dr Tirta: Sudah Puaskah ?

Dalam webinar Moya Institute itu, intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) uhammad Cholil Nafis mengatakan apa yang terjadi akhir-akhir ini bukan karena kegagalan NU dan Muhammadiyah dalam membimbing umat, tetapi lebih pada kegagalan orang yang ingin membawa isu liberal.

"Liberal ini melahirkan radikalisme. Yang kita hadapi ini buah dari proses liberalis. Jadi, jangan sampai kita menepi menjadi radikalisme. Bagaimana memasyarakatkan moderasi Islam agar orang tidak menepi ke kana dan ke kiri," ujar Cholil.

Baca Juga: Cek Bocoran Film Ketiga Filosofi Kopi, Tayang 2021 dengan Cross Genre

Selain itu, Direktur Moya Institute Hery Sucipto menegaskan bahwa negara harus hadir dan tegas melindungi segenap warganya termasuk menindak tegas kelompok yang memanfaatkan agama unutk kepentingan provokasi.

"Negara tidak boleh kalah," ucapnya.

Henry juga mengatakan kerumunan massa yang dibungkus kegiatan keagamaan hari lalu tidak boleh terulang lagi karena berbahaya bagi penanganan Covid-19.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x