Ibu Kota Mau Pindah Monas Jadi Rebutan, Refly Harun: Jadi Seperti Urusan Pemberantasan KKN dan Hukum

- 8 November 2020, 17:55 WIB
Monumen Nasional (Monas), Jakarta.
Monumen Nasional (Monas), Jakarta. /Pexels/Tom Fisk./

PR CIREBON - Kawasan Monumen Nasional (Monas) ternyata belum memiliki sertifikat tanah. Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan Pemprov DKI Jakarta sama-sama ingin memiliki sertifikat tersebut.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut telah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar sertifikat tanah Monas atas nama Pemprov DKI Jakarta.

Soal 'rebutan' ini diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menggelar rapat koordinasi (rakor) dengan Kemensetneg dan Pemprov DKI Jakarta terkait upaya sertifikasi tanah Monas.

Baca Juga: Pasca Dinyatakan Terpilih, Berikut Spekulasi Calon Anggota Kabinet Kepresidenan Joe Biden

"Bagi KPK, intinya adalah bahwa aset tanah negara, termasuk tanah Monas, harus dikuasai oleh negara. Jangan sampai aset negara dikuasai oleh pihak lain. Oleh karena itu, fokusnya adalah agar ada percepatan sertifikasi aset, sehingga aset dapat diselamatkan dan dikelola oleh negara," kata Penanggung Jawab Satgas Wilayah II KPK Basuki Haryono, dalam keterangannya, Kamis 5 November 2020.

Dalam keterangan KPK, Anies ingin mensertifikasi tanah Monas atas nama Pemprov DKI Jakarta. Usulan itu telah disampaikan kepada Jokowi.

Gubernur DKI Jakarta sudah mengirimkan surat kepada Presiden, bahwa kami akan melakukan pensertifikasian Monas atas nama Pemprov DKI. Selanjutnya, gubernur sudah pula menyampaikan surat usulan pensertifikasian Monas kepada BPN," ujar Kepala BPAD DKI Jakarta Pujiono dalam keterangan dari KPK.

Baca Juga: Warga Palestina Menyambut Kemenangan Joe Biden, Sebut Era Donald Trump sebagai Era Terburuk

Namun, menurut keterangan KPK, pada 24 Juli 2019, Kemensetneg telah mengirimkan surat permohonan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menerbitkan hak atas tanah Monas dengan sertifikat hak pakai atas nama Kemensetneg.

"Berdasarkan pertemuan dengan Deputi Pencegahan KPK pada 19 Oktober 2020, Pemprov DKI Jakarta menyerahkan sepenuhnya proses sertifikasi apabila akan dilakukan atas nama Kemensetneg. Namun, perlu dilakukan beberapa hal. Satu, koordinasi antara Kemensetneg dengan Pemprov DKI dan BPN. Dua, dirumuskan alas hukum sebagai dasar sertifikasi dan dasar penarikan surat permohonan Pemprov DKI Jakarta kepada Presiden," kata Sekretaris Kemensetneg Setya Utama seperti dalam keterangan KPK.

Ia mengungkapkan usulan Kemensetneg agar rencana pengelolaan kawasan Monas dilakukan dengan mekanisme pinjam pakai antara pihaknya dan Pemprov DKI Jakarta. Artinya, kata Setya, tanah Monas menjadi aset negara, dalam hal ini dalam penguasaan Kemensetneg, yang dipinjampakaikan kepada Pemprov DKI Jakarta selama lima tahun dan dapat diperpanjang.

Baca Juga: Demi Berikan Layanan Terbaik, Tata Kelola Program Kartu Prakerja Terus Ditingkatkan

Seperti yang telah dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari video yang diunggah Sabtu 7 November dengan durasi dua belas menit empat detik pada akun YouTube Refly Harun.

Menurut Refly Harun urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pertanahan termasuk urusan yang belum didesentralisasikan.

Jadi pusat masih memiliki secara langsung bahkan memiliki dengan sertifikat hak atas tanah di daerah-daerah.

Baca Juga: Masyarakat India Mendukung serta Mendoakan Kemenangan Kamala Harris di Pilpres AS

"Padahal kalau kita bicara soal teritori semua itu berada di bawah teritorial kabupaten kota atau provinsi, jadi pusat itu sebenarnya sudah terbagi karena daerah kita negara kesatuan republik Indonesia terbagi dan dibagi atas provinsi-provinsi, dibagi atas kabupaten kota, di mana kabupaten kota dan provinsi itu memiliki pemerintahan daerah yaitu kepala daerah gubernur, Bupati, walikota, dan DPRD provinsi kabupaten kota dan mereka adalah daerah otonom Artinya daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri." ucap Refly Harun

Sayangnya memang undang-undang membatasi urusan yang mutlak oleh pemerintah pusat hanya ada enam bahan saja yaitu masalah pertahanan, keamanan, fiskal, moneter, agama, dan luar negeri.

Dan ada klausal urusan-urusan lainnya sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan artinya memang bisa unlimitid tergantung pada dinamika perundang-undangan.

Baca Juga: Harapkan Donald Trump yang Terpilih, Benjamin Netanyahu Tetap Bungkam Setelah Pengumuman

"Sebagai contoh omnibus Law banyak menarik kewenangan dari daerah ke pusat makanya salah satu isu krusial dalam omnibus Law adalah soal sentralisasi soal hilangnya otonomi daerah-daerah termasuk kabupaten kota." ujar Refly.
 
Karena dia adalah otonomi yang terkecil kewenangan kota ditarik provinsi atau ditarik langsung ke pusat sumber daya alam tentunya.

Menurut Refly Harun sebagai pakar Tata Negara mengatakan bahwa Rebutan tanah ini sangat menarik apalagi kalau hal tersebut dikaitkan dengan perpindahan ibu kota. Karena jika sudah dipindah ibukota maka harusnya tanah itu diserahkan kepada Pemprov DKI semuanya karena Pemprov DKI lah yang akan mengelola.

Baca Juga: Biden Berjanji Akan Menjadi Presiden Untuk Semua Orang Amerika

"Tapi saya membayangkan kalau kita pindah ibukota, akan terjadi yang namanya dualisme dalam hal klouse atau kebijakan pertanahan antara Pemprov dan pemerintah pusat yang mungkin tempatnya sudah tidak lagi di Jakarta tapi di pulau Kalimantan." ujarnya

Jadi harusnya hal-hal seperti ini mudah di selesaikan kalaupun dalam penguasaan Pemprov DKI tanah itu juga tidak bisa diperjual belikan atau dipindah tangankan.
 
Walaupun dalam faktanya banyak sekali aset-aset negara di pusat di daerah yang tiba-tiba berpindah tangan dan pindah peruntukannya sebagai contoh kawasan Senayan yang harusnya barangkali beberapa tempat merupakan kawasan terbuka hijau tapi tiba-tiba muncul bangunan-bangunan, muncul tempat-tempat hotel, kemudian juga mal-mal, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Trump Sebut Tidak Berencana Menyerah, Pemilihan Masih Jauh dari Kata Selesai

Dan perubahan perubahan tersebut terjadi tanpa sebuah misalnya administrasi hukum yang baik, makanya kadang-kadang ada kasus soal kepemilikan lahan asal usul lahan dan lain sebagainya

"Mungkin tidak dipersoalkan karena kita hidup di era kekuasaan era orde baru di mana segala sesuatunya bisa diselesaikan dengan jemtikan kekuasaan tapi begitu era reformasi semuanya harus ditata rapi tidak boleh sembarangan lagi." ucap Refly

Negara mencatat tanah yang dimiliki oleh pihak lain termasuk oleh warga negara yang lemah sekalipun perjuangan untuk mengakui hak atas tanah misalnya kepada individu kepada kelompok masyarakat seperti tanah ulayat masih menjadi persoalan dalam era reformasi.

Baca Juga: Usai Umumkan Kemenangan, Biden: Saya Berjanji Akan Menjadi Presiden Pemersatu, Bukan Pemecah Belah

Itu sebabnya ada konflik agraria di beberapa tempat biasanya antara perusahaan-perusahaan besar di bidang perkebunan pertambangan dengan kelompok masyarakat kecil yang terpinggirkan karena arus modernisasi dan karena lemahnya perlindungan negara terhadap hak mereka dan kehidupan mereka

"Ini memberikan pelajaran bagi kita pentingnya bagaimana menata kewenangan antara pusat dan daerah dalam masalah pertanahan." ujarnya
 
Memang perundang-undangan masih terlalu memberikan porsi besar kepada pemerintah pusat termasuk dalam hal administrasi pertanahan.

Halaman:

Editor: Egi Septiadi

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x