Polemik UU Omnibus Law, Akademisi: Cara Komunikasi Pemerintah dan Struktur di Bawahnya Kurang Pas

- 14 Oktober 2020, 09:55 WIB
Demonstran menentang UU reformasi ketenagakerjaan omnibus law di luar gedung DPR di Jakarta, Indonesia pada 8 Oktober 2020. Buruh di seluruh Indonesia melakukan aksi mogok setelah DPR mengesahkan UU reformasi ketenagakerjaan omnibus law pada 5 Oktober 2020 yang merugikan hak-hak tenaga kerja.*
Demonstran menentang UU reformasi ketenagakerjaan omnibus law di luar gedung DPR di Jakarta, Indonesia pada 8 Oktober 2020. Buruh di seluruh Indonesia melakukan aksi mogok setelah DPR mengesahkan UU reformasi ketenagakerjaan omnibus law pada 5 Oktober 2020 yang merugikan hak-hak tenaga kerja.* /Anton Raharjo/Anadolu Agency/
PR CIREBON - Akademisi dari Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon, Jawa Barat, menyampaikan perlu adanya komunikasi yang baik terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja yang menjadi polemik di masyarakat.
 
Hal itu disebabkan karena pesan dari pusat belum tersampaikan kepada rakyat. Untuk itu, pemerintah harus melakukan klarifikasi terbuka untuk menjelaskan poin per poin pasal di UU Cipta Kerja yang menjadi polemik di masyarakat.
 
Dengan adanya pesan yang tidak tersampaikan itu, menyebabkan adanya pro kontra di kalangan masyarakat.
 
 
"Ada cara komunikasi yang kurang pas antara pemerintah dan struktur di bawahnya, termasuk publik," kata Akademisi UGJ Cirebon Khaerudin Imawan, Selasa, 13 Oktober 2020.
 
Melalui aksi demo yang menekan kepala daerah untuk ikut menolak UU Cipta Kerja, menunjukkan adanya komunikasi yang tidak baik antara pemerintah, legislatif, kementerian dan para kepala daerah dengan masyarakat terkait UU Cipta Kerja.
 
Dia melanjutkan, dalam ilmu komunikasi ada sebuah teori difusi inovasi. Teori itu ada kaitannya dengan UU Cipta Kerja yang tidak tersampaikan secara baik oleh inovator (pemerintah).
 
 
"Saya melihat dalam teori komunikasi itu ada teori difusi inovasi bagaimana kemudian inovator yang memiliki pesan komunikasi menyampaikan pesan itu secara baik. Sejauh ini saya melihat ada hal yang kurang untuk penyampaian Omnibus Law UU Cipta Kerja," ujarnya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.
 
Selain itu, menurut Khaerudin, pesan pemerintah melalui beberapa media arus utama, seperti media online, juga masih kurang.
 
"Dan ini yang tidak bisa diantisipasi, maka di media sosial muncullah isu hoaks dan ini yang merepotkan. Sehingga pesan yang akan disampaikan oleh pemerintah tidak sampai ke publik secara jelas," tutur Khaerudin.
 
 
Ia menambahkan, saat ini masih ada waktu untuk memberikan pengertian kepada publik tentang UU Cipta Kerja yang ingin mensejahterakan masyarakat.
 
"Saya kira masih ada waktu, tinggal bagaimana rasionalisasi dan memberikan pandangan yang kira-kira bisa diterima secara logis. Dan di situlah pentingnya melibatkan banyak pihak," katanya.
 
Dia mengakui ada beberapa kekurangan pada UU Cipta Kerja, secara momen pengesahan singkat dan tidak melibatkan banyak pihak, terutama mereka yang mempunyai kompetensi di bidang pasal per pasalnya.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x