Omnibus Law Tuai Polemik dan Perdebatan, PBNU Soroti Kelonggaran Sertifikasi Halal

- 9 Oktober 2020, 15:19 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj. /Dok.NU

PR CIREBON – Polemik Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law seakan tidak ada hentinya. Omnibus Law yang baru saja ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menjadi Undang-Undang Cipta Kerja menuai banyak perdebatan dari berbagai kalangan masyarakat.

Gelombang penolakan Omnibus Law atau Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terus menerus datang dari berbagai pihak, bukan hanya datang dari kalangan Mahasiswa atau Serikat Buruh saja, tetapi Nahdlatul Ulama (NU) pun ikut memberikan tanggapannya soal poin-poin yang terdapat dalam Omnibus Law atau UU Cipta Kerja.

Kali ini penolakan Nahdlatul Ulama (NU) tertuju pada sertifikasi halal dalam UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Baca Juga: Sindir AHY yang Tolak UU Cipta Kerja, Denny Siregar: Seolah Pro Rakyat tapi Merampok Paling Banyak

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, soroti kelonggaran sertifikasi halal dari aspek syariah sebagai dampak dari pemberlakuan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

“Negara mengokohkan paradigma bias industri dalam proses sertifikasi halal,” ujar Said kepada wartawan, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Ia mencontohkan UU Cipta Kerja mengabaikan syarat auditor halal harus sarjana syariah. Auditor halal bisa berasal dari sarjana nonsyariah sehingga kekuatan sertifikasi halal secara keagamaan menjadi berkurang.

Baca Juga: Aksi Penolakan UU Cipta Kerja Berujung Anarkis, Faizal Assegaf: Ulah Provokasi Elit Demokrat dan PKS

Ketum PBNU mengatakan semangat UU Cipta Kerja adalah sentralisasi peraturan termasuk masalah sertifikasi halal. Pasal 48 UU Ciptaker mengubah beberapa ketentuan UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Halaman:

Editor: Nur Annisa

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x