Pasal tersebut, lanjut dia, mengokohkan pemusatan dan monopoli fatwa halal kepada satu lembaga.
UU Cipta Kerja atau Omnibus Law berpotensi melemahkan Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama dalam konteks perannya pada Sistem Jaminan Halal.
Baca Juga: Aksi Tolak UU Ciptaker Jadi Klaster Baru Covid-19, Epidemiolog: Mereka Tidak Sadar Sudah Tertular
Bahkan sistem Jaminan Halal yang semula tergolong ketat dalam memberi sertifikasi halal suatu produk. Tetapi, dengan adanya UU Cipta Kerja justru memungkinkan peluang banyaknya produsen melakukan deklarasi mandiri bahwa produknya halal tanpa melakukan sertifikasi melalui lembaga seperti MUI atau Kementerian Agama.
“Sentralisasi dan monopoli fatwa, di tengah antusiasme industri syariah yang tengah tumbuh, dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi,” ujar Said.
Said Aqil Siroj mengatakan, PBNU memahami upaya negara untuk memenuhi hak dasar warga atas pekerjaan dan penghidupan yang layak melalui pengesahan UU Ciptaker atau Omnibus Law ini.
Baca Juga: Aksi Tolak UU Ciptaker Jadi Klaster Baru Covid-19, Epidemiolog: Mereka Tidak Sadar Sudah Tertular
Kendati begitu, Said menuturkan, ada beberapa koreksi sehingga Nahdlatul Ulama siap membersamai pihak-pihak yang akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.***