Mengenal Sosok 7 Pahlawan Revolusi Indonesia, Difitnah Lakukan Makar hingga Diculik PKI dan Terbunuh

- 30 September 2020, 19:04 WIB
Pahlawan Revolusi Indonesia.*
Pahlawan Revolusi Indonesia.* /

PR CIREBON – Tujuh pahlawan revolusi yang menjadi target penculikan PKI dibunuh dengan cara keji, karena difitnah akan melakukan makar terhadap Presiden Pertama RI Soekarno melalui Dewan Jenderal. Mereka dijemput secara paksa, lalu dibawa ke Lubang Buaya untuk disiksa dan setelah itu jasadnya dimasukkan ke dalam sebuah sumur di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Mereka merupakan enam jenderal serta satu perwira pertama TNI AD yang menjadi korban. Jenazah ditemukan di sumur tua dengan kedalaman kurang lebih 12 meter pada 4 Oktober 1965, oleh satuan Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat (RPKAD) di kawasan hutan karet Lubang Buaya.

Ketujuh pahlawan revolusi tersebut adalah Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D.I Panjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Lettu Pierre Andreas Tendean.

Baca Juga: Mengenal Sosok Pierre Tendean, Ajudan Tampan yang Gugur karena PKI dan Jadi Pahlawan Revolusi

Dikutip dari situs RRI, berikut kisah 7 pahlawan revolusi pada hari penangkapan mereka.

1. Jenderal Ahmad Yani

Ahmad Yani adalah satu di antara 6 jenderal yang terbunuh pelatuk senapan PKI pada 1 Oktober 1965 dini hari di kediamannya, Menteng, Jakarta Pusat.

Menurut pemandu Museum Jenderal Ahmad Yani, Sersan Mayor Wawan Sutrisno, mengungkapkan pasukan yang datang menyergap masuk melalui pintu belakang dan membunuh Sang Jenderal saat itu juga. Sementara, yang lain ada yang bertugas menyekap pasukan penjaga rumah Ahmad Yani, dan yang bertugas mengepung rumah itu.

Baca Juga: Pemutaran Film G30S PKI Jadi Polemik, Mahfud MD: Pemerintah Tidak Mewajibkan atau Melarang

2. Mayjen R. Suprapto

Mayjen R. Suprapto didatangi rombongan penculik yang menghampiri rumahnya pada pukul 04.30 pagi. Anjing menggonggong, Suprapto pun bertanya siapa yang ada di luar. Rombongan di luar menjawab Cakrabirawa, mengetahui hal itu tanpa rasa curiga apa pun Suprapto yang masih dalam keadaan mengenakan piyama dan sarung keluar menemui mereka.

Pasukan itu mengatakan Suprapto diminta menemui Soekarno saat itu juga. Sebagai prajurit yang patuh pada pimpinan tertingginya, Suprapto mengiyakan. Namun, ia meminta izin untuk terlebih dulu berganti pakaian. Permintaannya tidak diizinkan, dan justru langsung menodong Suprapto dengan senjata dan sebagian memegang tangannya, sembari membawanya ke luar untuk dinaikkan ke atas truk yang sudah menunggu.

Rupanya, Jenderal asal Purwokerto, Jawa Tengah, ini dibawa ke Lubang Buaya. Di sana, ia dianiaya dalam keadaan tubuh terikat. Selanjutnya, jenazahnya dilemparkan begitu saja ke dalam lubang sumur yang sempit, yang juga menjadi lokasi pembuangan jasad korban penculikan yang lain.

Baca Juga: Terawan Dipermalukan Usai Tak Penuhi Undangan Najwa Shihab, PKPI: Acara TV Bukanlah Kewajiban

3. Mayjen MT Haryono

M.T Haryono yang dikenal sebagai penyayang anak ini diberondong peluru di kediamannya, saat mencoba melawan rombongan yang datang dan menculiknya.

Sayangnya, jumlah lawan terlalu besar, banyak peluru yang akhirnya bersarang di tubuh Haryono. Ia pun ambruk dan diseret naik ke atas truk rombongan penculik. Diduga, ketika itu Haryono sudah dalam kondisi tidak bernyawa.

Istrinya yang mengetahui kejadian ini segera mengunci anak-anaknya dalam kamar dan mengemudikan mobil sendiri ke kediaman Ahmad Yani, dengan maksud melaporkan apa yang terjadi. Namun, di kediaman Ahmad Yani rupanya terlihat terjadi hal serupa. Tidak kehabisan akal, istri Haryono langsung balik arah ke kediaman S. Parman, namun sayang keadaan yang sama kembali ia temukan.

Baca Juga: Pemerintah Tak Tetapkan Benar dan Salah Soal Sejarah PKI, Mahfud MD: Itu Urusan Ilmu
4. Mayjen S. Parman

Parman disergap pada 1 Oktober 1965 sekira pukul 04.00 WIB. Perwira yang pernah berjuang di peristiwa Madiun, APRA, D.I. Jawa Barat dan Jawa Tengah ini tidak menyadari kedatangan rombongan penculik, karena menggunakan seragam Cakrabirawa.

Rombongan itu mengatakan suasana di luar genting, bahkan mereka ikut masuk ke kamar tidur saat Parman berganti pakaian. Laki-laki bernama lengkap Siswondo Parman ini pun dibawa pergi. Saat itu, rumahnya tidak ada yang menjaga, hanya ada istri dan anaknya di sana. Penculikan itu berjalan dengan lancar.

Baca Juga: Gaung PKI Usik Putra Mendiang DN Aidit, Ilham: KAMI, Jika Mau Maju Pilpres 2024, Jangan Jualan Isu

5. Brigjen D.I Panjaitan

D.I. Panjaitan diculik pada 1 Oktober 1965 waktu subuh. Pasukan berseragam yang datang dengan menggunakan dua buah truk langsung mengepung rumah Panjaitan dari segala penjuru arah. Tapi, ia mengira pasukan itu ditugasi untuk menjemput dirinya agar bertemu dengan Soekarno.

Panjaitan pun berpakaian rapi, resmi, lengkap dengan topi, layaknya akan pergi ke satu upacara. Namun tanpa diduga, pasukan itu justru menembaki barang-barang yang ada di rumahnya hingga hancur berserakan. Melihat kondisi seperti itu, Panjaitan yang merupakan seorang umat beragama yang taat menolak untuk menggunakan kekuatan para penjaga di rumahnya, meskipun sudah beberapa kali diperingatkan.

Ia lalu turun dari kamarnya di lantai 2 dan menemui rombongan penculik. Jenderal asal Tapanuli itu sempat melawan, sehingga ia ditembak di halaman rumahnya seketika itu juga, dan langsung dibawa pergi.

Baca Juga: Makin Serius Urus Covid-19 Jakarta, Anies Baswedan Tunjuk 100 Rumah Sakit Jadi Rujukan Pasien Corona

6. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo

Penculikan Sutoyo terjadi pada 1 Oktober 1965 pagi. Rombongan datang ke rumah Sutoyo dan mengamankan lokasi di sekitar jalan rumahnya, orang dilarang melintas dan hansip yang berjaga dibuat tidak berdaya.

Pasukan yang masuk ke dalam rumah pun memaksa pembantu yang ada di sana untuk memberikan kunci agar bisa menemukan sasaran operasi, Sutoyo. Sutoyo dipanggil dan disebut diminta untuk menemui Soekarno di Istana Kepresidenan.

Setelah memenuhi panggilan itu, Sutoyo pun diajak untuk naik ke truk, kendaraan yang digunakan rombongan penculik. Saat di atas truk itu, Sutoyo diikat tangannya dan ditutup matanya. Lalu, ia diturunkan di sebuah rumah dekat Lubang Buaya. Pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB, suara tembakan beberapa kali terdengar. Dan jenazah dari Sutoyo pun dimasukkan ke sumur dengan ditutup menggunakan sampah dan daun-daun.

Baca Juga: Jakarta Masuk Musim Penghujan, Anies Kerahkan TNI dan Polri Guna Antisipasi Banjir saat Pandemi

8. Lettu Pierre Andreas Tendean

Pierre Tendean yang merupakan keturunan Prancis ini bukan merupakan sasaran penculik. Akan tetapi, pada 1 Oktober 1965, ia pagi tengah berada di rumah Jenderal A.H. Nasution, atasannya, yang merupakan target sesungguhnya.

Saat rombongan itu datang dan bertanya kepada Tendean, apakah dia adalah A.H. Nasution, tanpa ragu Tendean menjawab bahwa dialah Jenderal Nasution, meski ia tahu apa risikonya. Tindakan itu ia lakukan agar sang Jenderal bisa selamat.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x