“Dan kami mendorong kepada siapa saja yang peduli dengan masalah penting ini untuk menonton film ini,” sambungnya.
Akan tetapi, tetap saja orang-orang menganggap pencitraan terhadap seksualitas anak-anak merupakan sebuah hal yang mengerikan.
Baca Juga: Singapura Luncurkan 'Jalur Hijau' dengan Jepang, Rencanakan yang Sama dengan Indonesia
Richard Brody, seorang kritis film, dalam The New Yorker berargumen bahwa para pembenci sepenuhnya telah melewatkan inti dari film tersebut, yang sebenarnya mengkritik struktur yang mengarah pada seksualisasi anak.
“Subjek ‘Cuties’ bukanlah twerking; anak-anak, terutama anak-anak miskin dan bukan kulit putih, yang kehilangan sumber daya (seperti pendidikan, dukungan emosional, diskusi keluarga terbuka) untuk menempatkan media seksual dan budaya pop ke dalam sebuah perspektif,”kata Richard.
Baca Juga: Lawan Arus saat Menteri Ramai Serang Anies Baswedan, Erick Thohir: Rakyat Harus Mau Disiplin Sehat
Richard mencatat bahwa ia meragukan banyak dari “scandal-mongers” yang telah benar-benar menyaksikan film yang benar-benar mereka benci itu, bahkan film “Cuties” tidak merayakan anak-anak yang berperilaku seksual.
“Itu mendramatisasi kesulitan dalam membesarkan perempuan dalam budaya media yang seksual dan dikomersialkan, katanya.***