Tiongkok Akui Batik sebagai Kerajinan Tradisional Negaranya, Komarudin: Mirip, Tapi Bukan Batik

- 13 Juli 2020, 16:54 WIB
Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia (YBI), Komarudin Kudya Saat menyaksikan proses rintang disalah satu stan pameran kain di China,
Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia (YBI), Komarudin Kudya Saat menyaksikan proses rintang disalah satu stan pameran kain di China, /whatsapp/

PR CIREBON - Belum lama ini, salah satu media Tiongkok, Xinhua News melaporkan tentang penyebutan nama Batik sebagai kerajinan tradisional asli Tiongkok.

Dalam detailnya, Xinhua News mengunggah narasi yang dilengkapi video proses pembuatan batik dengan narasi menyebutkan batik sebagai kerajinan tradisional yang biasa dipakai kelompok etnis di Guizhou dan Yunan.

"Batik adalah kerajinan tradisional yang umum di kalangan kelompok etnis di Tiongkok Menggunakan lilin leleh dan alat seperti spatula, orang mewarnai kain dan memanaskannya untuk menghilangkan lilin. Lihatlah bagaimana kerajinan kuno berkembang di zaman modern. #AmazingChina," tulis akun tersebut.

Baca Juga: Kena Pecat usai Nekat Buatkan KTP Buronan Djoko Tjandra, Anies: Hanya ASN yang Salahi Aturan

Seperti yang diberitakan Galamedia, muncul tanggapan santai dari salah seorang perajin batik asal Kota Bandung, Komarudin Kudiya.

Komarudin yang juga Pakar Yayasan Batik Indonesia (YBI) ini menyatakan pendapatnya bahwa isu yang beredar dalam pemberitaan nasional tidak semuanya benar.

Terlebih, Komarudin yang sempat pergi ke Tiongkok untuk menyaksikan sendiri proses pembuatan kain yang mirip batik tersebut.

Baca Juga: Putra Mahkota Saudi Kembali Terseret Kasus Jamal Khashoggi, PBB: Pangeran Salman Tersangka Utama

Dijelaskan Komarudin bahwa Tiongkok memang membuat motif dengan teknik rintang warna menggunakan bahan seperti lilin, tetapi bukan persis seperti lilin buatan dari Indonesia. Lebih mendekati material Aspal yang dicampur dengan wax.

"Orang Tiongkok pada waktu itu tidak mengatakan Batik, bahkan sewaktu tour guide (penterjemah) menyampaikan kepada kami adalah istilah bahasa China sendiri dan mereka tidak menamakan batik," ungkap Komarudin yang sekarang menjabat sebagai Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI).

Baca Juga: Dicurigai Polisi usai Jejak Editor Metro TV ada di Warkop, Pemilik: Pisau Saya Begini, Bukan Begitu

Lebih lanjut, tradisi merintang warna kalau di Indonesia membatik sudah dilakukan bangsa-bangsa di luar indonesia, seperti teknik Shibori yang pada awalnnya dikenalkan oleh bangsa Tiongkok (bukti peninggalan kain yang dilestarikan di Shoso-in) yang dikenal ada tiga teknik yaitu, Kokechi (teknik ikat dan diikat rintang), roekechi (teknik menggunakan rintang lilin), dan Kyokechi (teknik melipat kain dengan dijepit diantara balok yang berukir).

"Sebagian orang menuturkan bahwa istilah kechi bukan asli dari istilah Jepang asli, akan tetapi dari Tiongkok (Xie) yang memiliki arti sebagaimana dibuktikan dengan penggunaannya sebagai akhiran untuk tiga proses, dan hanya satu yang merupakan shibori (asli Jepang)," jelasnya.

Baca Juga: Zindzi Mandela Meninggal Dunia, Sosoknya Miliki Peran Penting dalam Transformasi Masyarakat Afrika

Oleh karena itu, Komarudin menyimpulkan bahwa teknik membatik asli Indonesia sangat berbeda dengan Tiongkok, sehingga yang mereka miliki adalah Teknik Shibori.

Dengan demikian, warga Indonesia diminta tidak takut dan terlalu khawatir dengan pengakuan dari Tiongkok tersebut.

Alih-alih takut, justru ada hikmah yang bisa dipetik, yakni kembali muncul rasa nasionalisme dari masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Membelot ke AS demi Kebenaran Asal Covid-19, Ilmuwan Tiongkok: Saya Pernah Lapor, Tapi Mereka Diam

"Kita tahu pada tahun 2009 lalu, saat Malaysia mengakui batik sebagai warisan Malaysia. Seluruh masyarakat Indonesia turun dan membela, bahwa batik merupakan warisan budaya tak benda asal Indonesia," tuturnya.

Sementara itu, Batik Indonesia sudah diakui UNESCO, sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009.

Bahkan dari pengakuan tersebut, maka setiap tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional, sehingga ini pun sedikit menantang kepada negara di luar Indonesia untuk mengakui batik sebagai kekayaan negaranya.

Baca Juga: Kasus Virus Corona di AS Sentuh Angka 3,4 Juta, CDC Sebut 40 Persen Berupa Infeksi Tanpa Gejala

"Justru mereka akan berhadapan dengan masyarakat Indonesia yang secara nasionalisme mereka tidak mau kekayaan bangsa dan negaranya diakui oleh bangsa lain, termasuk batik," pungkas Komarudin.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Galamedia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x