“Tercatat 894 meninggal dunia dan 5.175 petugas dirawat di rumah sakit kala itu. Kita tidak ingin kejadian serupa terulang,” ucapnya.
Lebih lanjut, Mardani mengungkapkan penyelenggaraan Pilkada 2022 dan 2023 justru memperkuat praktek demokrasi dengan memberikan kesempatan munculnya kepemimpinan lokal yang lebih terdistribusi secara merata.
“Ini akan berdampak positif bagi regenerasi kepemimpinan daerah dan nasional berjalan secara sehat,” ujarnya.
“Kita perlu memberi tiap locus pemilu haknya. Setuju dengan usulan mas Djayadi Hanan (SMRC), bagus 2024 dibuat Pemilu Nasional (Pilpres, DPD dan DPR Pusat), 2027 Pemilu Provinsi (Pilkada Gubernur dan DPRD Provinsi) dan 2028 Pilkada Kokab,” ungkapnya.
Sehingga, tambahnya, masing-masing memiliki isu dan diskursusnya sendiri. Plus sehat bagi demokrasi karena dalam lima tahun ada tiga kesempatan interaksi parpol dengan publik.
Baca Juga: Ustaz Maaher Berpulang Tinggalkan Istri dan Dua Anak, Ustaz Yusuf Mansur Ajak Masyarakat Berdonasi
Kedua, dari sisi pemilih, informasi yang didapat calon pemilih terkait kapasitas dan kapabilitas Calon Kepala Daerah akan lebih memadai.
Mengingat penyelenggaraan sosialisasi dan kampanye Pilkada Serentak tidak bersamaan dengan Pemilu Serentak (Capres, DPR, DPD dan DPRD).
Mardani menuturkan, jika tetap memaksakan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak di tahun 2024, berpeluang membuat preferensi calon pemilih lebih banyak menjadi transaksional dan emosional.