PR CIREBON – Revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilu masih menuai pro dan kontra disejumlah kalangan politisi.
Salah satunya dari fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) yang mendukung penuh soal revisi tersebut yang di dalamnya terdapat bahasan terkait normalisasi Pilkada.
Menanggapi sikap HNW tersebut, Ferdinand Hutahaean mempertanyakan maksud dibalik sikap HNW tersebut.
Pasalnya, menurut Ferdinand Hutahaean, HNW adalah orang yang dulu menyetujui dan bahkan ikut mengesahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tersebut.
Namun, menurut Ferdinand Hutahaean, HNW kini malah menjadi pihak yang mendukung agar Undang-Undang tersebut direvisi.
Menurut Ferdinand Hutahaean, HNW pura-pura tidak tahu bahwa ada UU tersebut sebelum Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Baca Juga: Geger Suara Dentuman di Malang! BMKG Minta Warga Tidak Panik
Menurutnya, HNW saat ini mendukung revisi UU tersebut ialah demi kepentingan Anies Baswedan yang akan lengser dari jabatannya pada 2022 mendatang.
“PKS adalah salah satu partai yang turut serta bersetuju dan bersepakat mengesahkan UU No.10/2016 tentang Pemilu.
"Jadi mengapa @hnurwahid ini pura-pura tidak tau kalau UU itu ada sebelum @aniesbaswedan jadi Gubernur dan masih berstatus menteri pecatan?” tulis Ferdinand.
Baca Juga: Unggah Kritikan di Instagram, Lee Jae-hong hingga Shin Tae-yong Akan Dipanggil PSSI
Mantan politisi Partai Demokrat itu menegaskan agar HNW tak membohongi rakyat demi kepentingan pribadi dan golongannya.
“Jangan bohongi rakyat pak ustad, ngga malu jadi pembohong?,” sambung Ferdinand, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Twitter @FerdinandHaean3.
PKS adalah salah satu partai yg turut serta bersetuju dan bersepakat mengesahkan UU No.10/2016 tentang Pemilu. Jd mgp @hnurwahid ini pura2 tdk tau kalau UU itu ada sblm @aniesbaswedan jd Gub dan msh berstatus menteri pecatan?
Jgn bohongi rakyat pak ustad, ngga malu jd pembohong? pic.twitter.com/4XGmZf18la— Ferdinand Hutahaean (@FerdinandHaean3) February 2, 2021
Sebelumnya, HNW mengaku mendukung revisi UU Pemilu dan normalisasi Pilkada untuk dilaksanakan pada 2022 dan 2023 lantaran dikhawatirkan banyak Kepala Daerah yang Plt.
Menurutnya, hal ini akan menimbulkan disabilitas politik dan keamanan. ***