Soal Dua Menteri Terjerat Korupsi, Refly Harun: Mungkin Mereka Pikir KPK Sudah Lumpuh Tak Bertaring

- 7 Desember 2020, 06:24 WIB
Pakar Hukum Tata Negar Refly Harun (foto-Cupture Youtobe-Refly Harun)
Pakar Hukum Tata Negar Refly Harun (foto-Cupture Youtobe-Refly Harun) /
PR CIREBON - Dalam waktu hampir berdekatan dua menteri di Kabinet Indonesia maju terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
 
Kemudian selama dua pekan terakhir nama Edhy Prabowo, yang mana diketahui sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan di kabinet Jokowi periode kedua ini mendapatkan perhatian publik karena kasus korupsi yang menjeratnya.
 
Namun belum usai dengan nama Edhy Prabowo menjadi sebuah perbincangan, kini muncul kembali sebuah nama menteri Jokowi lainnya yang juga terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan.
 
 
Adalah Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan kasus korupsi dana Bantuan Sosial (bansos) Covid-19.
 
Bahkan, kejadian tersebut terjadi belum genap satu bulan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditangkap KPK, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
 
Diketahui Juliari diduga menerima suap senilai Rp17 miliar dari fee (biaya) pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19 di Jabodetabek.
 
 
Seperti dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari video yang diunggah pada akun YouTube Refly Harun, Minggu 6 Desember 2020, Menanggapi kejadian tersebut, ahli hukum tata negara Refly Harun langsung mengkritik kasus kedua tindak pidana korupsi di periode kedua pemerintahan Joko Widodo.
 
"Pada era kedua pemerintahan Jokowi ini, baru berlangsung selama satu tahun lebih sedikit, tapi dua menteri sudah dicokok oleh KPK karena melakukan tindak pidana korupsi," ujar Refly Harun.
 
"Dan sekarang kita tahu bahwa dua menteri yang dicokok ini adalah dua menteri dari backbone (tulang punggung) pemerintahan, di mana kita tahu bahwa, pertama Gerindra Edhy Prabowo dan Juliari Peter Batubara dari PDIP adalah menteri-menteri yang berasal dari partai besar," pungkasnya.
 
 
Tentunya kedua partai tersebut termasuk sebuah partai besar, karena PDIP merupakan partai yang paling besar kursinya sementara Gerindra terbesar ketiga setelah Golkar.
 
Sehingga Refly Harun berpendapat mungkin mereka-mereka yang berani melakukan tindak pidana korupsi mengira KPK saat ini sedang melemah sehingga mereka bersikap tidak takut sama sekali
 
"Jangan-jangan mereka berpikir KPK sudah lumpuh sehingga mereka bisa melakukan tindak pidana korupsi, atau mereka tidak pernah berpikir, bahwa korupsi mereka akan dicokok oleh KPK karena KPK sudah dibawah ketiak pemerintahan misalnya atau karena mereka berasal dari the ruling party (partai yang berkuasa)," tuturnya.
 
Namun yang pasti Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bisa lebih tegas lagi dalam menghadapi kasus tindak pidana korupsi di Indonesia yang terlihat semakin ganas belakangan ini.
 
"Jadi kalau tidak ada sense of crisis dari pemerintahan Jokowi untuk menindak pelaku korupsi ini dan memimpin langsung pemberantasan korupsi, maka kita tidak bisa berharap bahwa korupsi ini akan hilang di Indonesia," ucap Refly Harun.
 
 
Tidak hanya itu saja, bahkan Refly Harun pun mengilustrasikan fenomena tindak pidana korupsi di Indonesia ini seperti gunung es.
 
"Edhy Prabowo dan Juliari Peter Batubara, bukanlah yang terakhir mungkin, ini fenomena gunung es, kelihatannya hanya beberapa saja di puncaknya, tapi di bawah permukaan jangan-jangan sudah berakar dan berurat," ucapnya.
 
Refly Harun pun mengatakan kalau selama ini memang tidak pernah terjangkau karena dekat dengan kekuasaan, tapi yakinlah banyak sekali pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi, yang menjual kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
 
Artinya, dua kasus ini harus menjadi peringatan kepada para pejabat yang saat ini masih beruntung belum tercium baunya oleh KPK dan meminta KPK untuk lebih berani lagi masuk ke dalam otak dan dalang dibalik kasus korupsi di kalangan para pejabat.
 
 
Refly pun meminta agar kejadian ini dapat membuka mata Jokowi dalam menanggapi kasus tindak pidana korupsi yang sudah menjangkiti Indonesia.
 
"Ini harus menyadarkan Presiden Jokowi bahwa korupsi ini sudah merajalela, dua menteri dalam jangka waktu satu tahun, itu adalah suatu prestasi yang luar biasa," ujarnya.
 
Kepada Presiden Jokowi untuk menetapkan hukuman yang lebih tegas kepada para partai yang kader-kadernya melakukan tindak pidana korupsi.
 
"Jadi Gerindra tidak perlu diganti dengan Gerindra, PDIP tidak perlu diganti dengan PDIP, karena mereka sudah merusak wajah pemerintahan, dan harapan di negeri ini, dengan menempatkan kader yang akhirnya melakukan tindak pidana korupsi," pungkas Refly.
 
 
Diketahui selain Juliari, pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) serta dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabukke (HS) juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
 
"Pada kegiatan tangkap tangan ini, tim KPK telah mengamankan enam orang pada Sabtu, 5 Desember 2020, sekitar jam 2.00 WIB, di beberapa tempat di Jakarta," ucap Firli Bahuri.
 
Enam orang itu, yakni Matheus Joko Santoso, Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama (TPAU) Wan Guntar (WG), tiga pihak swasta, masing-masing Ardian I M, Harry Sidabukke, dan Sanjaya (SJY) serta Shelvy N (SN) sekretaris di Kemensos.

 ***

 

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x