Omnibus Law Terus Tuai Penolakan, Pengamat: UU Cipta Kerja Bisa Mendorong Penciptaan Lapangan Kerja

13 Oktober 2020, 18:52 WIB
Ilustrasi omnibus law /

PR CIREBON – Undang-undang Cipta Kerja masih terus menuai polemik hingga saat ini. Berbagai penolakan yang dilakukan menyebabkan aksi unjuk rasa terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

Terkait UU Cipta Kerja, pengamat politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, berpendapat bahwa undang-undang tersebut menjadi ijtihad besar yang dilakukan pemerintah untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi guna meningkatkan kemakmuran rakyat secara lebih merata.

Dikutip Pikiranrakyat-Cirebon.com dari situs Antara, Abbas mengatakan bahwa secara substantif, UU Cipta Kerja mendorong penciptaan lapangan kerja sangat luas bagi warga Indonesia, baik yang saat ini masih bekerja, terkena PHK, maupun angkatan kerja baru.

Baca Juga: Draft UU Cipta Kerja Masih Tidak Pasti, DPR Sebut Tenggang Waktu Masih Ada

"Ini dilakukan melalui debirokratisasi perizinan sehingga bagi pengusaha yang ingin membangun bisnis di Indonesia perizinan menjadi lebih mudah dan pasti. Demikian juga bagi pelaku usaha menengah, sedang dan mikro, pemerintah memberi insentif agar mereka bisa tumbuh lebih cepat," jelas Abbas pada Selasa, 13 Oktober.

Dengan cara itu, menurutnya, lapangan kerja akan terbuka lebih luas.

"Warga akan memperoleh pendapatan lebih pasti dengan standar lebih baik. Sehingga, secara keseluruhan, tingkat kesejahteraan warga secara gradual akan lebih baik," tuturnya.

Baca Juga: Menuai Polemik di Masyarakat, Menko Airlangga Akui Sejumlah Poin Diplesetkan di UU Cipta Kerja

Terkait adanya penolakan, Abbas menuturkan bahwa hal itu biasa karena setiap kebijakan yang diambil selalu punya dasar filosofis dan asumsi-asumsi dasar tentang apa yang dimaksud dengan masalah manusia serta masyarakat.

"Perbedaan sudut pandang dalam kebijakan ini adalah sesuatu yang wajar. Ini terjadi di semua negara demokratis di dunia. Semua perbedaan itu diperdebatkan secara luas dan dalam forum demokratis yang sah, yakni parlemen. Selama masih dibahas di parlemen, semua pihak boleh mempengaruhi dan memberikan masukan," katanya.

Meskipun begitu, Abbas mengingatkan ketika RUU telah disahkan maka semua pihak harus menerima. Semua perdebatan harus dihentikan, sehingga mereka yang tidak setuju namun kalah di parlemen tak terus-terusan ngotot memaksa perubahan.

Baca Juga: Ahok Bentuk Tim Khusus Bongkar Mafia Migas, Berikut Penjelasan Menurut Pengamat

"Setelah sebuah kebijakan diputuskan di parlemen, maka arena mereka yang kalah berubah, yakni menjadi pengawasan dan kontrol. Tujuannya, untuk memastikan kebijakan dijalankan dengan benar. Termasuk mengawasi sejauh mana tujuan UU tersebut tercapai," ungkapnya.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler