Akhirnya Buka Suara, Inilah 10 Bantahan Jokowi terkait Disinformasi UU Cipta Kerja

10 Oktober 2020, 13:32 WIB
Jokowi menegaskan beberapa hal terkait UU Ciptaker dalam Keterangan Pers. /Tangkap Layar YouTube Sekretariat Presiden/

PR CIREBON - Unjuk rasa penolakan terhadap UU Cipta Kerja pecah di berbagai daerah. Aksi yang disebut mogok nasional itu ramai digalakkan berbagai elemen masyarakat.

Pertama kalinya, Presiden Jokowi akhirnya buka suara terkait UU Cipta Kerja yang disahkan pada 5 Oktober lalu. Ia menilai masih banyak masyarakat yang salah informasi mengenai UU Cipta Kerja.

"Saya melihat unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi undang-undang ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi, di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat 9 Oktober 2020, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Baca Juga: Kritisi UU Ciptaker dan Presiden Jokowi, Amien Rais: Kenapa Mereka Tuli dan Buta Terhadap Kebenaran?

Menanggapi hal itu, Presiden Jokowi memberikan 10 bantahan terhadap disinformasi terkait UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat.

Pertama, terkait isu penghapusan standar upah pekerja.

"Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan UMP, Upah Minimum Provinsi; UMK, Upah Minimum Kabupaten; UMSP Upah Minimum Sektoral Provinsi, hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional, UMR tetap ada," kata dia.

Kedua, mengenai standar perhitungan upah pekerja.

Baca Juga: Foto dan Video Diduga 'Simpanan' Anggota DPR Seliweran di Twitter, Netizen: Bongkar Terus, Bun!

"Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam, ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," katanya.

Ketiga, terkait informasi penghilangan cuti bagi para pekerja.

"Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti babtis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegasnya ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," kata dia.

Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya, LIMA akan Gelar Turnamen Esports Mobile Legends

Keempat, mengenai mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," katanya.

Kelima, terkait penghilangan jaminan sosial pekerja.

"Kemudian juga pertanyaan benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang? Yang benar jaminan sosial tetap ada," kata Jokowi.

Baca Juga: Dituding Mendanai Unjuk Rasa Penolakan UU Cipta Kerja, Demokrat akan Tempuh Jalur Hukum

Keenam, soal tidak ada lagi kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan bagi industri.

"Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya AMDAL, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, itu juga tidak benar. AMDAL tetap ada bagi industri besar harus studi AMDAL yang ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," katanya.

Ketujuh, soal adanya komersialisasi pendidikan dan perizinan pendirian pondok pesantren.

Baca Juga: Jurnalis Alami Kekerasan dari Aparat saat Liput Unjuk Rasa, PWI Minta Polri Ambil Langkah Hukum

"Ada juga berita UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan, ini juga tidak benar, karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus (KEK) sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur dalam UU Cipta Kerja ini, apalagi perizinan di pondok pesantren tidak diatur sama sekali dalam UU Cipta Kerja dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku," katanya.

Kedelapan, munculnya bank tanah.

"Bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilihan lahan dan tanah dan kita selama ini kita tidak memiliki bank tanah," katanya.

Baca Juga: Meski Dihadang Demo di Seluruh Daerah, Jokowi Teguh Tak akan Batalkan UU Cipta Kerja

Kesembilan, RUU Cipta Kerja akan mengambil kewenangan pemerintah daerah dan menambah kewenangan pemerintah pusat.

"Saya tegaskan juga UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada," katanya.

Menurut Jokowi, perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Baca Juga: Tuntut UU Cipta Kerja Lewat Jalur Hukum, Sarbumusi akan Ajukan Judicial Review ke MK

Sepuluh, terkait kewenangan perizinan untuk non-perizinan perusahaan.

"Kewenangan perizinan untuk non-perizinan berusaha tetap di pemda sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan di daerah diberikan batas waktu," kata dia.

Hal terpenting adalah service level of agreement yaitu permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler