5 Juta Buruh Siap Mogok Nasional, Polda Metro Jaya Tak Beri Izin tapi Atur Rekayasa Lalu Lintas

6 Oktober 2020, 09:55 WIB
Ilustrasi buruh yang akan mengadakan demonstrasi.* /Instagram @persatuanburuh./

PR CIREBON - Polda Metro Jaya, melalui Kombes Pol Yusri Yunus mengonfirmasi tidak mengeluarkan izin keramaian bagi para buruh yang merencanakan gelar aksi demo massal penolakan Omnibus Law Cipta Kerja di Gedung Parlemen pada Senin, 06 Oktober kemarin,. 

"Kita tidak kasih izin. Jadi Polda Metro Jaya tidak mengeluarkan izin untuk demo," tegas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus dalam keterangan persnya. 

Lebih lanjut, Yusri menjelaskan alasan izin tidak dikeluarkan bagi para pendemo itu, tak lain karena khawatir peningkatan kasus Covid-19 di DKI Jakarta. 

"Sekarang kita imbau, kita mengharapkan agar mereka mengerti. Pandemi Covid 19 ini semakin tinggi di Jakarta. Jangan jadi klaster baru," jelas Yusri, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI. 

Baca Juga: Desakan Menkes Mundur Tak Berefek dan Malah Dibela, DPR: Terawan Selalu Penuhi Tuntutan Masyarakat

Meski demikian, Yusri memastikan, tetap menyiapkan personel untuk melakukan pengamanan, jika massa tetap menggelar unjuk rasa tersebu, seperti melakukan penutupan jalan utama depan Gedung MRP/DPR RI dengan rekayasa lalu lintas. 

Sebagai informasi, puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja menyepakati untuk melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law cipta kerja, yang mana keputusan itu diambil setelah diadakan rapat bersama di Jakarta, Minggu, 27 September 2020 lalu.

Dalam pernyataannya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut rapat dihadiri perwakilan 32 federasi serikat pekerja, lengkap dengan beberapa federasi seperti SP LEM dan GEKANAS (Gerakan Kesejahteraan Nasional) yang beranggotakan 17 federasi.

Baca Juga: Ketimpangan Omnibus Law Cipta Kerja, Pengusaha Apresiasi Gembira saat Serikat Buruh Menjerit

Sejatinya, aksi mogok nasional ini akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten atau kota mulai dari Selasa, 6 Oktober - Kamis, 8 Oktober 2020.

Tepatnya, aksi mogok nasional itu akan melibatkan pekerja di sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, hingga logistik dan perbankan. Tak lain demi menuntut tujuh poin utama yang ditolak oleh para buruh beserta konfederasi lainnya dalam RUU sapu jagat tersebut.

Pertama, para buruh menilai draf RUU Cipta Kerja akan menghapus ketentuan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).

Baca Juga: Luhut Serius Kawal Vaksin Covid-19, Perintahkan Terawan dan Erick Thohir Awasi Pasar Farmasi

Kedua, pihaknya menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.Ketiga, terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang dinilai kontrak seumur hidup dan tidak ada batas waktu kontrak.

Keempat, para buruh juga menolak rancangan aturan mengenai outsourcing pekerja seumur hidup tanpa jenis pekerjaan. Kelima, buruh menilai dalam RUU Cipta Kerja, pekerja berpotensi akan mendapatkan jam kerja yang lebih eksploitatif.

Keenam, buruh menilai hak cuti akan hilang apabila RUU Cipta Kerja disahkan.

Ketujuh, buruh juga menyoroti potensi karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang kehilangan jaminan pensiun dan kesehatan.

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler