Presiden Jokowi Buat Perppu Tanpa Tahu Bisa Dimakzulkan, Pengamat: Dia Mudah Terhasut, Kasihan

3 September 2020, 07:00 WIB
Presiden Jokowi. /Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden

PR CIREBON - Keinginan terbaru Menteri Keuangan Sri Mulyani timbul dengan meminta dibuatkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Reformasi Keuangan, diklaim Perppu sebagai antisipasi tekanan krisis lebih berat akibat Pandemi Covid-19.

Namun rupanya, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan berpendapat lain tentang permintaan Sri Mulyani ke Presiden Joko Widodo akan Perppu terbaru itu.

Dengan gamblang, ia menyatakan Perppu tentang Reformasi Keuangan hanya akan menghancurkan ekonomi dan keuangan Indonesia, bila pemerintah teguh menerbitkan Perppu tersebut.

Baca Juga: KAMI Mulai Susun Kabinet Kena Sindir Politisi PDIP, Ruhut Sitompul: Malu-malu Kucing

Bahkan, Anthony menyebut penerbitan Perppu ini dimungkinkan memakzulkan Presiden, meski Perppu Reformasi Keuangan digadang untuk mengantisipasi tekanan krisis yang lebih berat akibat wabah Covid-19.

Hanya saja, ternyata Perppu ini akan merombak struktur dan wewenang otoritas keuangan, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).

"Perppu ini bukan hak sewenang-wenang Presiden, jadi Perppu ini tidak bisa diterbitkan sembarangan. Jadi kok saya bingung dari kemarin ini kok ada Perppu direncanakan," ungkap Anthony saat diskusi online bertajuk Stabilitas Sektor Finansial dan Perppu Reformasi Keuangan di Jakarta pada Selasa, 01 Agustus 2020.

Baca Juga: Istana Negara Dituding Kelola Buzzer, Staf: Pemerintah Gunakan Influencer, Tapi untuk Tujuan Positif

Sedangkan selama ini, Presiden hanya dapat menerbitkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

"Kalau tidak ada ini (kegentingan memaksa), maka akan melanggar konstitusi, melanggar UUD. Saya prioritaskan ini karena jangan sampai Presiden terjebak oleh oknum-oknum yang ingin melakukan sesuatu dengan mudah, mencetak uang dengan mudah, ingin menguasai sektor keuangan dengan mudah, lalu membisiki Presiden ya kita Perppu-kan saja," jelas Anthony, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi.

Artinya, Perppu ini adalah hak konstitusi Preiden dalam kondisi genting yang memaksa, jika tidak, hanya akan melanggar UUD dan berbuntut pemakzulan dirinya.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Presiden Joko Widodo Hafal 40 Juz Alquran? Simak Kebenarannya

"Padahal (Perppu) ini hak konstitusi Presiden dalam kondisi tertentu, dalam kegentingan yang memaksa. Kalau tidak ada, bisa melanggar UUD dan kemungkinan akan berbuntut pada impeachment atau pemakzulan, kasihan sekali Presiden kita." tambah Anthony.

Adapun kegentingan memaksa itu diartikan saat ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat, tetapi Undang-Undang yang dibutuhkan belum ada, membuat kekosongan hukum.
Bahkan, saat ada Undang-Undang yang dibutuhkan, tetapi ternyata tidak memadai.

Lebih detailnya, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena memerlukan waktu cukup lama, sedangkan keadaan mendesak tersebut memerlukan kepastian hukum untuk diselesaikan.

Baca Juga: Habib Rizieq Amati Indonesia, Imbau Seluruh Masyarakat Waspada Soal Angka Covid-19 Kian Tinggi

"Jadi Perppu itu bukan untuk merevisi Undang-Undang, ini salah besar, ini salah kaprah. Perppu yang direncanakan adalah ilegal karena tidak memenuhi unsur kebutuhan mendesak, tidak memenuhi unsur hal ihwal kegentingan yang memaksa," tandas Anthony mengakhiri penjelasan.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler