Kebijakan dan Pengembangan Olahraga. PYD: What is?

24 Desember 2022, 08:36 WIB
Perlu Kebijakan yang lebih jelas dałam pengembangan Olahraga di Tanah Air./pikiran-rakyat.com /

 

Oleh: Prof. Dr. Amung Ma'mun *) 

MENIKMATI tulisan sekitar Perkembangan Pemuda yang Positif atau Positif Youth Development (PYD) melalui Olahraga yang menjadi isu sangat menarik akhir-akhir ini. Adalah Jennifer Turnnidge, Jean Côtéa & David J. Hancock (2014) mengulas perbandingan antara praktik secara eksplisit dan implisit agar terjadi transfer dari program olahraga pada PYD, judul artikelnya adalah Positive Youth Development From Sport to Life: Explicit or Implicit Transfer?.

Transfer tersebut tentu ke dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun belum secara tegas dinyatakan mana yang lebih  menonjol (karena masih memerlukan penelitian lapangan, waktu itu, 2014) dengan membandingkan di antara keduanya (model eksplisit dan implisit).

Namun demikian sangat logis bahwa praktik eksplisit memberikan banyak peluang terkait transfer itu memungkinkan terjadi manakala situasi pembelajaran dan/atau pelatihan olahraga mengeksplorasi sesuatu yang diharapkan mengarah pada luaran PYD. Jika mengacu pada penelitian Kendellen (2016), hal ini disebut dengan prinsip integrasi ( intentionally structuring).

Baca Juga: Ratusan Buruh Pabrik Rokok dan Petani Tembakau di Majalengka Dapat BLT dari DBHCHT, Segini Besarannya  

Sebelumnya Jessica L. Fraser-Thomas, Jean Co'te and Janice Deakin (2005) dalam artikelnya berjudul Youth sport programs: an avenue to foster positive youth development menguraikan lebih dalam yang dimaksud dengan PYD itu, yaitu menyangkut hal yang terkait dengan isu perkembangan positif 5C sebagaimana dikembangkan oleh Lerner et al. (2000), yaitu: competence (kompetensi), confidence/kepercayaan, character/karakter, connections/keteruhubungan, and compassion/caring/kasih sayang.

Demikian pula hasil penelitian Jean Co'te and David J. Hancock (2014) yang artikelnya berjudul Evidence-based policies for youth sport programmes menguraikan 3P, yaitu: performance/kinerja/performa,participation/partisipasi, and personal development/perkembangan pribadi yang menjadi suatu sasaran sebagai luaran dalam program pembelajaran dan/atau pelatihan olahraga yang diharapkan tersusun secara terorganisasikan dengan baik.  Sehingga memberikan dampak positif secara nyata terhadap PYD.

Jika kita ilustrasikan lebih jauh pemikiran para peneliti di atas adalah sebagai berikut: Program olahraga di lingkungan pemerintahan setingkat Kota/Kabupaten, misal di Kota Bandung ada 10 klub futsal yang terorganisasikan dengan baik sistem pembinaan dan pengembangannya melalui kompetisi sepanjang tahun ( leage). Hal ini mengacu pemikiran Zimmrrmann (2016), pertandingannya seminggu sekali atau sebulan empat kali berarti selama satu tahun (diambil 10 bulan) sama dengan 40 pertandingan atau  dalam empat tahun sama dengan 400 pertandingan (jumlah yang luar biasa).

Baca Juga: Indonesia Mulus Lewati Rintangan Pertama, Tekuk Kamboja 2-1 

Setiap klub futsal memiliki anggota 20 orang dan ada yang bekerja sama dengan berbagai sekolah sebagai club link (Coackley, 2009 dalam Spirt England) atau sama dengan 200 orang jumlah seluruh anggota futsal yang terlibat dan terorganisasikan pembinaan dan pengembangannya melalui kompetisi sepanjang tahun tersebut.

Dari sistem pembinaan dan pengembangan olahraga futsal tersebut kemudian terpilih 20 orang atau sama dengan 10%-nya yang terbaik, kemudian ditugaskan untuk mewakili Kota Bandung ke Pertandingan PORPROV, alhamdulillah cerita hasil PRPROV-nya berhasil meraih medali emas.

Walikota Bandung bahkan memberikan berbagai penghargaan yang optimal atas keberhasilannya.

Dengan demikian sistem pembinaan dan pengembangan olahraga futsal di Kota Bandung berhasil sehingga menjadi sorotan berbagai daerah lainnya.

Baca Juga: Muhammad Budiana Terpilih Jadi Ketua Umum KONI Jabar, Siapa Dia?Menarik Untuk Disimak 

Sisi lain yang sering kali abai dalam pemikiran kita selama ini, yaitu berpangku pada cerita di bawah, Selesaikah sampai disini ceritanya ? Kemudian ada yang bertanya Bagaimana ceritera yang 90 %-nya (180 orang)?

Hal ini lah barangkali para peneliti tersebut di atas menginspirasi pemikiran kita untuk bergeser cara pandang pembinaan dan pengembangan olahraga agar juga memperhatikan semua orang yang terlibat menjadi anggota klub olahraga futsal di atas. Karena akan lebih baik manakala ada luaran lain selain hanya performa dalam olahraga atau dalam istilah Astle (2019) disebut sebagai development societal outcomesdan bukan hanya sport-sport outcomes.

Lebih jauh, agar pembinaan dan pengembangan olahraga lebih memiliki makna, tidak hanya bagi yang potensial atau hanya bagi orang yang terpilih mewakili PORPROV (10%), akan tetapi juga bagi yang 90%, antara lain pentingnya dalam isu 5C dan 3P dikembangkan sebagai outcomes.

Baca Juga: Sengketa Tanah PD Pembangunan Kota Cirebon Vs Warga, Bak Film Berseri Gugatan Obyek Yang Sama Terus Berulang 

Karena perkembangannya di dalam 5C dan 5P tersebut tidak berlangsung otomatis, maka proses pembelajaran dan/atau pelatihan yang terorganisasikan dengan baik ( intentionally structuring) menjadi hal yang sangat esential/penting.

Lebih lanjut, sepertinya government perlu mendapat masukan dari para ahli agar kebijakan pembinaan dan pengembangan olahraga (sebagian besar cabang olahraga) berbasis development societal outcomes atau menggeser paradigma dari development of sport ke development through sport agar kita berpeluang menjadi negara yang benar-benar maju (mengambil istilah Ha, et al., 2015). Demikian sekedarnya. Terima kasih. Salam.***

*) Guru Besar FPOK UPI Bidang Ilmu Kebijakan dan Pengembangan Olahraga, Alumni PPSA Lemhannas 2007, dan Ketua Dewan Pendidikan Jabar (2020-2024)

Editor: Otang Fharyana

Sumber: Tulisan Opini

Tags

Terkini

Terpopuler