PR CIREBON – Baru-baru ini, media sosial diramaikan dengan percakapan terkait baliho politik di tengah pandemi Covid-19, salah satunya yang memampang wajah Ketua DPR RI Puan Maharani.
Disebutkan bahwa pemasangan baliho tersebut membuat popularitas Puan Maharani semakin menaik.
Hal itu disebabkan karena banyaknya percakapan yang terjadi di media sosial dan berita online soal baliho Puan Maharani.
Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara, kesimpulan itu didapat dari sistem monitoring percakapan di platform online berdasarkan big data, Drone Emprit.
Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi dalam pernyataannya pada Senin (9 Agustus 2021), menjelaskan bahwa dari sejumlah tokoh politik yang memasang baliho, hanya Puan Maharani yang popularitas atau eksposurnya di berita online dan Twitter bertengger di urutan empat besar.
Data itu merupakan hasil monitoring Drone Emprit pada 7 Juli 2021 sampai 7 Agustus 2021.
Eksposur masing-masing tokoh di berita online dan Twitter mulai dari yang teratas, yakni Anies baswedan 43 persen berita daring dan 50 persen Twitter, Ganjar Pranowo 25 persen daring serta 27 persen di Twitter.
Berikutnya sosok Ridwan Kamil dengan 19 persen berita daring serta 12 persen Twitter dan Puan Maharani dengan 13 persen berita daring, untuk eksposur di Twitter sebesar 12 persen.
Menurut Fahmi, Puan Maharani makin populer karena balihonya banyak disindir dan dijadikan meme oleh netizen.
Baca Juga: Ungkap Kepribadian dari Bulan Kelahiran Agustus, Salah Satunya Suka Menjadi Sorotan
"Anies paling banyak diserang di medsos, popularitasnya selalu tertinggi. Puan juga makin populer, lewat baliho yang banyak disindir dan jadi meme netizen," kata dia.
Bahkan, tren popularitas Puan Maharani dalam sebulan terakhir hampir mengejar tren Ganjar Pranowo.
Fahmi menjelaskan bahwa popularitas merupakan gabungan percakapan yang bernada positif, negatif, dan netral.
Baca Juga: Jerinx Diperiksa Hari Ini, Adam Deni: Udah Tersangka Masa Nggak Dateng
"Tak peduli sentimennya apa," ungkapnya.
Dari popularitas, lanjutnya, diharapkan nanti akan naik favorabilitas-nya (sentimen positif dan negatif), lalu dikapitalisasi jadi elektabilitas.
"Teorinya begitu. Kenyataan di lapangan bisa bermacam-macam faktor yang berpengaruh," jelas dia.***