Tanggapi KLB Partai Demokrat, Akademisi: Moeldoko Harusnya Menolak Jabatan Ketua Umum dari Hasil KLB

6 Maret 2021, 15:46 WIB
Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona tanggapi soal KLB Moeldoko.* //Antara/Bernadus Tokan/

PR CIREBON – Terpilihnya Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dari hasil Kongres Luar Biasa (KLB) pada Jumat lalu mendapat berbagai tanggapan pro dan kontra.

Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan Moeldoko seharusnya menolak tawaran atas hasil KLB tersebut.

Moeldoko, katanya, cukup membiarkan opsi win win solution di antara para kader yang dipecat dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Baca Juga: Tiba di Irak, Paus Fransiskus Memulai Perjalanan Bersejarah

Baca Juga: Diserang Berbagai Tekanan, WHO Batalkan Rilis Laporan Penyelidikan Asal Usul Pandemi Covid-19

Baca Juga: Tiongkok Wajibkan Swab Covid-19 Lewat Anus Bagi Pendatang, Jepang hingga AS Beri Kecaman

Dengan begitu, Moeldoko bisa jadi simbol pemersatu bagi sebagian kader Partai Demokrat yang tidak setuju diadakannya KLB.

"Dari sana, mungkin Moeldoko akan dipandang sebagai simbol pemersatu yang di kemudian hari bisa saja masuk dalam jajaran tokoh di internal Demokrat kemudian menjadi Ketua Umum dengan cara yang fair dan demokratis," kata Mikhael pada Sabtu 6 Maret 2021, dikutip PikrianRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Menurut dia, langkah Moeldoko dalam menerima jabatan Ketua Umum Partai Demokrat itu menjadi sebuah blunder politik,

Akibatnya, Moeldoko secara langsung telah menyeret Kabinet Jokowi ke dalam kisruh Partai Demokrat.

Baca Juga: WhatsApp Akan Luncurkan Fitur Foto Kedaluwarsa, Seperti Apa Teknisnya? Begini Penjelasannya

Baca Juga: Akui Geram 6 Laskar FPI Ditetapkan sebagai Tersangka, Fadli Zon: Luar Biasa, Sejarah Mencatat ini!

Baca Juga: Sempat Bantah Isu Kudeta, Moeldoko Resmi Jadi Ketua Umum Partai Demokrat Versi KLB

Hal itu juga akan menumbuhkan stigma negatif masyarakat yang kemudian akan makin kuat menyebut bahwa KLB itu sebagai skenario penguasa.

Padahal friksi internal Demokrat, kata Mikhael, memang sudah ada potensinya meski tanpa variabel Jokowi dan kekuasaan sekalipun.

Di mana, lanjutnya, sejarah partai ini sejak era Anas Urbaningrum memang sudah penuh faksi dan friksi. 

Hanya saja selama ini tidak pernah ter-‘publish’ dan diwacanakan secara besar-besaran seperti saat ini.

Baca Juga: Sindir Pernyataan Jokowi Soal Cinta Produk dalam Negeri, HNW: Vaksin Covid-19 yang Diambil Produk Luar Negeri

Baca Juga: Simak! Berikut Cara Lakukan Panggilan Suara atau Video Menggunakan Desktop Whatsapp

Baca Juga: Kabar Gembira! Whatsapp Dikabarkan Akan Luncurkan Fitur Panggilan Video Grup di Dekstop

Mikhael mengatakan bahwa Moeldoko harusnya paham bahwa intergitasnya sebagai tokoh diukur dari tindakannya saat ini.

Dengan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB, Moeldoko sudah pasti disebut tidak bermoral.

Artinya dalam kasus KLB Demokrat ini, tokoh sekaliber Moeldoko sedang kehilangan kehormatannya di mata publik karena wacana dominan yang ada di ruang publik saat ini adalah tentang moralitas politik.

"Jadi menurut saya, apa yang dilakukan Moeldoko adalah ekspresi amoralitas politik. Mengapa amoral secara politik? karena dalam politik yang paling brutal sekalipun, ada batasannya, yaitu moralitas," katanya.

Baca Juga: Tidak Hanya Kurs Rupiah yang Menurun, Harga Emas Juga Kian Terpuruk Berada di Bawah 1.700 Dolar AS

Baca Juga: Komentari Soal Kerumunan Jokowi di NTT, dr. Tirta: Persis Seperti yang Dialami Atta Halilintar

Baca Juga: Menang 2-0, Penampilan Timnas U-23 Belum Bisa Puaskan Pelatih Shin Tae-yong

"Moralitas adalah sesuatu yang non-negotiable atau sesuatu yang tidak bisa dikompromikan. Anda boleh menyerang lawan politik anda dan mengalahkannya, tapi batasannya adalah moral," katanya.

Mikhael menilai bahwa menerima posisi sebagai Ketua Umum hasil KLB inisiasi mantan kader Partai Demokrat adalah sesuatu yang tidak bermoral dan tidak berkelas sebagai seorang gentleman.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler