Mencuat Isu Buzzer dan Pengkritik Jokowi, Ferdinand: Sudah Ada Sejak 2014, Mengapa Baru Sekarang Ada Stigma?

13 Februari 2021, 17:45 WIB
Ferdinand Hutahaean. /Instagram.com/ @Ferdinand_Hutahaean

PR CIREBON – Mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean kembali menulis cuitan terkait buzzer dan pengkritik pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Apalagi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini mengeluarkan fatwa yang melarang buzzer yang menyebarkan aib dan ujaran kebencian.

Dipantau PikiranRakyat-Cirebon.com dari akun Twitter Ferdinand Hutahaean @ferdinandhaean3 pada Sabtu, 13 Februari 2021, ia mengatakan bahwa isu buzzer dan pengkritik merupakan propaganda opini untuk membentuk stigma negatif terhadap Jokowi dan koalisinya.

Baca Juga: Kompolnas Nilai Polri Profesional Tangani Kasus Ustaz Maaher, Poengky: Pihak Lain Jangan Mengail di Air Keruh

“Koar-koar tentang buzzer dan anti kritik itu hanya isu propaganda opini untuk membentuk stigma negatif bagi Presiden dan Koalisi Kekuasaan,” tulis Ferdinand.

“Mereka akan berpura-pura tertindas, padahal memfitnah Presiden Jokowi dengan tuduhan otoriter dan anti kritik saja mereka berani sambil tertawa, tak ada ketakutan. Munafik!” tulis Ferdinand.

Menurutnya, hal itu hanyalah sebuah pengalihan isu.

Tangkap layar unggahan Ferdinand Hutahaean. /Twitter/@FerdinandHaean3

“Serangan terhadap Pak Jokowi yang dituduh anti kritik dan memelihara buzzer adalah peralihan isu setelah mereka gagal memaksa Pilkada 2022. Tujuannya membangun stigma negatif seakan Jokowi otoriter agar calon yang didukung koalisi Jokowi 2024 ditakuti rakyat,” kata Ferdinand dalam akun Twitter-nya.

Baca Juga: Kekerasan terhadap Orang Asia di AS Meningkat, Pihak Berwenang Bentuk Unit Tanggapan Khusus

Selain itu, Ferdinand mengatakan bahwa relawan dan pegiat media sosial untuk Presiden Jokowi telah ada sejak 2014 silam.

“Presiden Jokowi telah memerintah 6 tahun lebih, dan Pak Jusuf Kalla (JK) wakilnya selama 5 tahun. Keberadaan relawan Jokowi-JK, netizen pegiat medsos itu sudah ada sejak 2014,” ia mengingatkan.

Mengapa baru sekarang ada stigma kalau relawan itu buzzer? Mengapa baru sekarang bicara cara mengkritik? Memangnya 5 tahun lalu bagaimana?” tanyanya.

Ferdinand juga menjelaskan bahwa dirinya mencari bukti pengkritik Presiden Jokowi yang dipenjara.

Baca Juga: Soal Asal Usul Virus Penyebab Covid-19, WHO: Semua Hipotesis Tetap Terbuka

“Masa sih mengkritik Jokowi dipenjara? Kok saya belum temukan buktinya? Tapi kalau penyebaran hoaks, fitnah, penghasutan dipenjara, betul ada. Dan itu sudah sesuai hukum yang berlaku. Bukankah tugas Polisi menegakkan hukum?” tulisnya.

Menurutnya, apabila para penyebar hoaks, fitnah dan penghasutan tersebut tidak dipenjara, Indonesia akan menjadi negara barbar.

“Nanti kalau tidak diproses hukum, negara ini jadi negara barbar,” kata Ferdinand.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Twitter @FerdinandHaean3

Tags

Terkini

Terpopuler