Kritik Langkah Pemerintah di Papua, Anggota DPD RI: Orang Papua Haruslah Dihargai Sebagai Manusia

24 Desember 2020, 14:14 WIB
Anggota DPD RI asal Papua Barat, Filep Wamafma. /ANTARA

PR CIREBON – Anggota DPD RI asal Papua Barat Filep Wamafma meminta pemerintah dan aparat keamanan segera menghentikan sikap militerisme di Tanah Papua.

Hal itu dia utarakan karena sembilan anggota TNI telah ditetapkan sebagai tersangka.

Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat Letnan Jenderal TNI Dodik Widjanarko mengatakan sembilan anggota TNI itu diduga membakar dua jenazah warga Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, yaitu Luther Zanambani dan Apinus Zanambani.

Baca Juga: Dinilai Tak Mampu Damaikan Ketegangan, Fahri Hamzah Ngaku Kecewa dengan Prabowo Subianto

Dodik mengatakan bahwa tindakan membakar jenazah itu demi menghilangkan jejak.

Luther dan Apinus Zanambani sebelumnya ditahan di Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) Sugapa pada tanggal 21 April 2020.

Penahanan keduanya dilakukan oleh Satuan Yonif PR 43/JS Kostrad dengan alasan mencurigai mereka sebagai kelompok kriminal bersenjata.

Baca Juga: Ketahui Tanda Tubuh Kekurangan Vitamin D, Bisa Sebabkan Berbagai Penyakit

"Orang Papua, dengan segala kondisi yang ada, haruslah dihargai sebagai manusia. Di mana asas praduga tak bersalah itu?" kata Filep di Jakarta pada Kamis, 24 Desember 2020.

Jika ditelaah lebih jauh, lanjut Filep, tindakan interogasi yang melampaui batas merupakan pelanggaran HAM.

Menurut Filep, instrumen internasional HAM tentang Perlindungan terhadap Perlakuan Kasar dan Penyiksaan (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment; 1984) dan KUHAP secara tegas melarang penggunaan kekerasan oleh pejabat pemerintah terhadap seseorang, dalam hal ini oleh penyidik terhadap tersangka.

Baca Juga: Buat Meriah Pesta Natal Virtual, Berikut 13 Film yang Cocok jadi Latar Belakang Zoom

"Instrumen HAM dan hukum nasional ini seolah-olah mati suri bila dihadapkan pada peristiwa tewasnya Luther Zanambani dan Apinus Zanambani," ujarnya, dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari Antara News.

Menurutnya, prajurit TNI tentu tidak diajarkan sedemikian rupa untuk boleh mengambil tindakan kekerasan yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Dari sisi keadaban sebagai manusia, Filep menilai perbuatan membakar jenazah untuk menghilangkan jejak merupakan perbuatan yang tidak dapat ditoleransi lagi.

Baca Juga: Muncul Varian Baru Virus Corona di Inggris, Moderna Tegaskan Vaksinnya Tetap Ampuh Melindungi

"Manusia, bahkan dalam keadaan tanpa nyawa, tetap harus dihormati sebagai manusia," katanya.

Menurutnya, orang Papua menangis melihat kejadian tersebut dan meminta dengan sangat hormat agar aksi militerisme segera dihentikan dari tanah Papua.

Selain itu, Filep juga mempertanyakan langkah TNI yang akan mengerahkan sekitar 4.850 prajurit untuk mengamankan Papua menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.

Baca Juga: Meski di Rumah Aja, 11 Inspirasi Kegiatan Ini Bisa Perbaiki Suasana Bosanmu Saat Hari Natal

"Kedatangan tentara ini sesungguhnya memberi isyarat bahwa Papua tidak aman di saat Natal, adakah daerah lain di Indonesia yang dikirimkan pasukan tentara sebanyak itu? Jika damai Natal yang dicari, mengapa tentara harus dikirim? Natal Papua adalah Natal kedamaian," ujarnya.

Ia mengatakan ‘wajah’ Papua berseri-seri dalam keceriaan Natal pada Desember ini.

Namun, menurutnya, tiba-tiba masyarakat Papua dikejutkan dengan berita TNI akan mengerahkan ribuan prajurit untuk mengamankan Papua menjelang perayaan Natal.

Baca Juga: Bukan Virus Corona, Inilah Wabah Paling Disoroti Tahun 2020 Versi CDC Amerika Serikat

Ia menilai mengirimkan tentara ke Papua di saat Natal, mengindikasikan ketakutan pada hal tertentu dan lebih dari itu.

Ia menilai, langkah itu hanya mendaur-ulang militerisme dalam cara yang lebih halus.

Filep juga mengingatkan bahwa Natal 2020 dirayakan dalam situasi pandemi Covid-19, sehingga mengirimkan tentara dalam jumlah ribuan itu semakin menguatkan kesan Papua memang tidak aman.

Baca Juga: Tanggapi Sandiaga Uno Masuk Kabinet, Fahri Hamzah Beri Pesan: Jadilah Kekuatan Rekonsiliatif

Ia menilai apabila hal seperti ini terus-menerus dilakukan, maka pembangunan tidak bisa berjalan maksimal, dan Papua tetap berada di belakang garis start, sementara provinsi lain sudah hampir mencapai garis finish.

"Seharusnya Pemerintah mengubah citra semacam ini. Natal sesungguhnya adalah hari penuh sukacita damai sejahtera dan bukan sebaliknya hari penuh ketakutan," katanya.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler