Seret Tri Rismaharini, SCWI Sebut Pengembangan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 Bisa sampai Surabaya

7 Desember 2020, 16:13 WIB
Juliari P. Batubara, Menteri Sosial (kiri) dan Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya saat pemberian bantuan sosial di kantor Kecamatan Gayungan, Rabu (7 Oktober 2020) lalu. //Kemensos.go.id

PR CIREBON – Seperti fenomena gunung es, satu kasus korupsi yang terungkap jika ditelusuri pasti akan mengungkap kasus-kasus lain yang lebih luas. Seperti halnya kasus korupsi dana Bansos yang dilakukan Menteri Sosial Juliari P Batubara yang ternyata tak hanya pada wilayah Jbaodetabek tetapi juga merembet hingga ke Surabya.

Hal itu seperti yang disangkakan Lembaga Surabaya Coruption Watch Indonesia (SCWI) yang menilai pengembangan dugaan kasus korupsi berupa suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 oleh Mensos Juliari P Batubara bisa sampai daerah lain penerima bansos, khususnya Kota Surabaya, Jatim.

"Bukti-bukti yang dimiliki KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bisa dikembangkan, termasuk ke Surabaya. Karena Surabaya pernah menerima bansos dari pak Juliari Batubara," kata Koordinator Surabaya Coruption Watch Indonesia (SCWI) Hari Cipto Wiyono, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News pada Minggu, 6 Desember 2020.

 Baca Juga: Hasto Kristiyanto Muncul, Bicara Soal OTT Kader PDIP Juliari P Batubara, Megawati Kemana ?

Hal tersebut akhirnya menyeret nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Dirut PT Pos Indonesia Faizal Rochmad Djoemadi, dan pejabat penting lainnya yang sempat menghadiri peluncuran penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) Tahap VII di Kantor Pos Kebon Rejo, Kota Surabaya pada 7 Oktober 2020.

Di waktu yang sama, Mensos Juliari P. Batubara bersama Wali Kota Risma juga menuju Kantor Kecamatan Gayungan Surabaya dalam rangka peluncuran Bantuan Sosial Beras (BSB) dengan target atau penerima adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH).

Cipto mengatakan jika memang sumbangan yang diterima Surabaya ada unsur merugikan negara, maka pihak-pihak terkait harus menghadapi kasus hukum. Sebab, lanjut dia, masuk dalam unsur medepeleker atau korupsi berjamaah.

 Baca Juga: Tegas Dibongkar Fadjroel, Polda Metro Jaya Imbau Habib Rizieq dan Pengikutnya Tak Halangi Penyidikan

"Kalau masyarakat sebagai penerima PKH tidak bisa ditersangkakan, tapi kalau institusi seperti Pemkot dan wali kota, bisa masuk dalam medepeleker atau turut ikut serta," katanya.

Selain itu, Cipto mengatakan, bansos KPM PKH yang diterima Pemkot Surabaya rawan disalahgunakan karena momennya bersamaan juga dengan Pilkada Surabaya.

Cipto mengatakan penerima PKH juga tercatat sebagai penerima bantuan non-tunai yang pendampingnya ada di setiap kecamatan. Penerima bantuan itu mendapat bantuan sembako dengan cara mendapat kartu ATM untuk membeli sembako di e-warung.

"Setiap kelurahan ada pendamping PKH. Ini yang mungkin sedang direbut oleh partai tertentu dengan menempatkan kadernya sebagai pendamping setelah mensos berasal dari partai itu," ujarnya.

Baca Juga: Mulai Tahun Depan, Pembimbing Ibadah Haji Wajib Miliki Sertifikat, Sekjen Kemenag: Syarat Mutlak 

Diketahui KPK menjaring sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK) program bantuan sosial Kementerian Sosial dalam operasi tangkap tangan yang digelar pada Jumat malam hingga Sabtu 5 Desember 2020 dini hari.

Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan perkara ini diduga juga menjerat Menteri Sosial Juliari P Batubara karena menunjuk langsung para tersangka sebagai pelaksana proyek bansos tersebut.

"JPB (Juliari P Batubara) selaku Menteri Sosial menunjuk MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan," ungkap Firli.***

 

 

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler