In Memoriam: Tjetje Hidayat Padmadinata

- 9 November 2022, 21:41 WIB
Tjetje Hidayat Padmadinata semasa hidupnya aktif berpolitik tapi bukan untuk mengejar kekuasaan /Tangkapan Layar / Pikiran Rakyat.com/
Tjetje Hidayat Padmadinata semasa hidupnya aktif berpolitik tapi bukan untuk mengejar kekuasaan /Tangkapan Layar / Pikiran Rakyat.com/ /

Dalam orasi ilmiah, saat menerima gelar Honoris Causa Bidang Politik Universitas Pasundan Bandung -- Tjetje menyampaikan berbagai fakta tentang kehidupan di republik. Menurutnya, selain banyak komprador -- banyak pula peselancar politik yang telah membajak reformasi dengan melanggengkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Tjetje menyatakan, dalam perikehidupan bernegara-bangsa (nation states) Republik Indonesia 17 Agustus 1945 -- dasar negara (Pancasila) dan bangun dasar negara tak diubah-ubah lagi. Dalam manajemen (tata kelola) pemerintahan nasional-lokal, sistem otonomi daerah (bukan negara federal) sudah tepat, tinggal perbaikan dalam pelaksanaannya.

Baca Juga: Covid di China Masih Meningkat, Masuk Beijing Susah

Kualitas kenegarawanan Angkatan 1928, sejauh ini tak tertandingi, yakni jujur, bersih, cerdas, mengabdi, dan berkorban demi Indonesia (Nusantara). Demi persatuan nasional Indonesia yang benar dan adil, sistem panggung tunggal Jakarta harus diubah menjadi sistem ibu kota-ibu kota provinsi.

Ia dianggap tokoh pendobrak yang mendahului zamannya. Konsekuensi dari sikapnya itu, sejak 1960 Kang Tjetje mesti merasakan pahit getirnya menjadi tahanan politi. Ia dituduh sebagai mahasiswa pendukung Gerakan Perdamaian Nasional (GPN). Saat itu ia konseptor Brigade Mahasiswa Perdamaian Nasional. ”Ketika saya ditahan di Cipinang, keanggotaan MPR/DPR saya tidak dicabut,” ujarnya.

Tjetje aktif menulis sejak 1960 sebagai sastrawan, kolumnis, dan jurnalis. Tulisannya terkait dengan komitmennya terhadap masalah kenegaraan dan politik, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional. Selain sekolah formal, dia juga seorang otodidak sejati dan sejak muda rajin ”memungut” ilmu dari banyak tokoh besar pada masa pergerakan, seperti Raden Adipati Arya Wiranatakusumah, Ema Bratakusumah, Sukanda Bratamanggala, Mayjen Suwarto, dan Zulkifli Lubis.

Baca Juga: Viral: Jalan ke Gerbang SDN Pondok Cina 1 Depok Tertutup Trotoar yang Baru Dibangun

Selain menulis, ia juga sering menjadi narasumber dalam seminar, simposium, dan kuliah umum. Selalu aktif mengikuti diskusi ilmiah yang membahas persoalan sosial, kebudayaan, terutama politik secara akademis. Di samping ratusan judul artikel yang khusus diperuntukkan bagi peristiwa tertentu, ia juga menulis sejumlah buku.

Kalangan elite Indonesia mengenal Tjetje sebagai pengkaji ilmu politik, politisi multitalenta, sekaligus politikus yang teguh dalam memelihara integritas atas dasar moralitas dan budaya adiluhung. ”Atas dasar semua itu, Kang Tjetje layak mendapatkan gelar doktor honoris causa,” ujar Profesor Rusadi Kantaprawira, ketua tim promotor. Sampai memasuki usia senja, politisi itu tetap aktif walau tak memiliki jabatan apa pun.

Selamat jalan, Kang Tjetje.***

Halaman:

Editor: Otang Fharyana


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x