Ragga menjelaskan, unsur kerugian negara yang dituduhkan oleh JPU juga ditolak majelis hakim sehingga tidak ada pembayaran uang pengganti dari terdakwa. JPU meminta supaya Tatan mengembalikan dana hibah sebesar Rp1,4 miliar.
Namun hal tersebut ditolak majelis hakim karena dana yang berasal dari kerugian negara tersebut dihitung tidak ada kegiatan.
Majelis hakim melakukan actual cost untuk menghitung nilai kerugian negara. Berdasarkan perhitungan tersebut, terdapat kerugian negara sebesar Rp388 juta lebih sebagai akibat adanya perbedaan kegiatan antara NPHD dengan proposal yang diajukan.
Namun, bukan berarti kegiatan berdasar proposal tersebut tidak dilakukan. "Klien kami sendiri tidak diharuskan membayar uang pengganti. Bahkan JPU harus mengembalikan uang titipan sebesar Rp249 juta lebih kepada yang menitipkan," kata Ragga.
Baca Juga: Indonesia Tuan Rumah Babak Kualifikasi Piala Asia U-17 dan Piala Asia U-20
Ragga menyatakan, dalam amar putusannya, majelis hakim menyebutkan peran Tatan bukanlah sebagai pelaku tunggal melainkan penyerta. Namun, Tatan memiliki hubungan kausalitas yaitu sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri saat pengelolaan dana hibah tersebut.
Beberapa hal yang disoroti dari putusan tersebut, menurut Ragga adalah dampak kesalahan yang termasuk kategori sedang, keuntungan terdakwa dalam kategori rendah karena pada prinsipnya Tatan tidak menikmati.
"Faedah bagi Tatan adalah faedah immaterial sedangkan bagi peserta kegiatan keuntungannya adalah karena mendapat pengetahuan dan uang saku," kata Ragga mengutip kesimpulan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Eman Sulaeman ini.
Tatan Pria Sudjana Ketua Kadin Jabar divonis bersalah dalam kasus korupsi dana hibah dari Pemprov Jabar tahun 2019. Dia dijatuhi hukuman satu tahun dan enam bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.
Baca Juga: Pembangunannya Sudah 90 Persen Flyover Kopo Mulai Diuji coba
Editor: Otang Fharyana
Sumber: Pikiran-Rakyat.com