Basis data yang bocor dari 50.000 nomor telepon yang mungkin dikompromikan antara 2017-2019 termasuk lusinan nomor wanita; di antaranya jurnalis, aktivis, dan ibu rumah tangga.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email, juru bicara NSO mengatakan bahwa mereka melakukan "pemeriksaan hak asasi manusia dan kepatuhan hukum pra-penjualan yang ketat untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan" dan telah memotong akses ke klien yang terbukti menyalahgunakan teknologi.
Beberapa perempuan diduga menjadi sasaran bukan karena aktivitasnya, tetapi karena dikaitkan dengan sasaran potensial lainnya.
"Ponsel mengandung informasi yang sangat pribadi dan intim, sehingga peretasan memiliki dampak yang lebih besar bagi wanita," kata Vrinda Bhandari, seorang pengacara yang bekerja pada hak digital dan masalah privasi.
Baca Juga: Simak! Gejala Covid-19 yang Sering Muncul Meski Sudah Divaksinasi
"Ketika ponsel mereka diretas, wanita mengalami ini bukan hanya sebagai pelanggaran privasi, tetapi juga sebagai pelanggaran integritas tubuh mereka, mirip dengan kekerasan tubuh," sambungnya.***